Sabtu, 08 Maret 2014

Isi Kitab Zabur

Kitab Zabur adalah kumpulan firman Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi Dawud as. "Dan sungguh, Kami telah memberikan kelebihan kepada sebagian nabi-nabi atas sebagian (yang lain), dan Kami berikan Zabur kepada Dawud." (QS. 17/Al Isro': 55)

Kata zabur (bentuk jamaknya zubur) berasal dari zabara-yazburuzabr yang berarti menulis. Makna aslinya adalah kitab yang tertulis. Zabur dalam bahasa Arab dikenal dengan sebutan mazmuur (jamaknya mazamir), dan dalam bahasa Ibroni disebut mizmor. nyanyian rohani yang dianggap suci)
Kitab Zabur berisi kumpulan mazmur, yakni nyanyian rohani yang dianggap suci (Inggris: Psalm) yang berasal dari Nabi Dawud as. 150 nyanyian yang terkumpul dalam kitab ini berkisah tentang seluruh peristiwa dan pengalaman hidup Nabi Dawud as. mulai dari mengenai kejatuhannya, dosanya, pengampunan dosanya oleh Allah, suka-cita kemenangannya atas musuh Allah, kemuliaan Tuhan, sampai kemuliaan Mesias yang akan datang. Dengan demikian jelaslah bahwa kitab ini sama sekali tidak mengandung hukum-hukum atau syariat (peraturan agama), karena Nabi Dawud as. diperintahkan oleh Allah SWT mengikuti peraturan yang dibawa oleh Nabi Musa as.

Secara garis besarnya, nyanyian rohani yang disenandungkan oleh Nabi Dawud as. terdiri dari lima macam:
# ratapan dan doa individu;
# ratapan-ratapan jamaah;
# nyanyian untuk raja;
# nyanyian liturgy kebaktian untuk memuji Tuhan; dan
# nyanyian perorangan sebagai rasa syukur.

Nyanyian pujian dalam Kitab Zabur antara lain, Mazmur: 146

1) besarkanlah olehmu akan Allah. Hai Jiwaku pujilah Allah.

2) maka aku akan memuji Allah seumur hidupku, dan aku akan nyanyi pujian-pujian kepada Tuhanku selama aku ada.

3) janganlah kamu percaya pada raja-raja atau anak-anak Adam yang tiada mempunyai pertolongan.

4) maka putuslah nyawanya dan kembalilah ia kepada tanah asalnya dan pada hari itu hilanglah segala daya upayanya.

5) maka berbahagialah orang yang memperoleh Ya'qub sebagai penolongnya dan yang menaruh harap kepada Tuhan Allah.

6) yang menjadikan langit, bumi dan Taut serta segala isinya, dan yang menaruh setia sampai selamanya.

7) yang membela orang yang teraniaya dan yang memberi makan orang yang lapar. Bahwa Allah membuka rantai orang yang terpenjara.

8) dan Allah membukakan mata orang buta, Allah menegakkan orang yang tertunduk, dan Allah mengasihi orang yang benar.

9) bahwa Allah akan berkerajaan kelak sampai selama-lamanya dan Tuhanmu, hai Zion! Zaman berzaman. Besarkanlah Allah olehmu.

Mazmur (nyanyian rohani yang dianggap suci) itulah yang kini dimuat dalam Perjanjian Lama.

Menurut Dr. F.L. Bakker, pendeta Kristen dari Belanda dan penulis buku Sejarah Kerajaan Allah (judul aslinya: Geschiedenis der Gods Openbaring) dari 150 nyanyian rohani dalam Perjanjian Lama itu, hanya 73 di antaranya yang berasal dari Nabi Dawud as. (yakni mazmur 3-9, 11-32, 34-41, 51-65, 68-70, 86, 101, 103, 108-110, 122, 124, 131, 138-145). Selebihnya adalah mazmur dari putra-putra Korah (yaitu mazmur: 42, 44-49, 84, 85, 87, 88), mazmur Asaph (50, 73-83), mazmur Ma'a lot (120-134), dan mazmur Haleluyah (104-106, 111-113, 115-117, 135, 146-150),

Aliran Islam di Indonesia

ran islam di Indonesia - Aliran-Aliran Dalam Ilmu Tauhid

Ada beberapa aliran yang terkenal dalam ilmu tauhid: 1) khowarij; 2) murjiah; 3) qodariyah; 4) Jabariyah; 5) mu'tazilah; 6) ahlussunnah wal jamaah; 7) syi'ah; 8) salafiyah; dan 9) wahabiyah.

1. Khowarij
Pengangkatan Ali bin Abi Tholib ra. menjadi kholifah menggantikan Utsman bin Affan ra., tidak disetujui oleh banyak pihak. Salah seorang yang menentang keras dan tidak mau mengakui Ali sebagai kholifah ialah Muawiyah bin Abi Sufyan, gubernur Damaskus (Syiria). Puncak dari pertentangan mereka terjadi dengan pecahnya Perang Shiffin, antara pasukan kholifah Ali bin Abi Tholib melawan pasukan Muawiyah.

Ketika pasukan Ali hampir menenangkan perang, Amr bin Ash — pendukung Muawiyah berhasil mengajak Ali bertahkim (arbitrase). Sebagian bala tentara Ali tidak mau menerima keputusan itu. Mereka berpendapat, orang yang mau berdamai pada saat pertempuran berlangsung adalah orang yang ragu akan kebenaran perang itu. Padahal hukum Allah menegaskan, bahwa orang-orang yang melawan kholifah harus diperangi.

Golongan yang semula memihak kepada Ali itu, akhirnya berbalik membenci dan memusuhi Ali. Mereka inilah yang dinamakan Khowarij, ialah orang-orang yang keluar dan memisahkan diri dari Ali.

Ajaran-ajaran pokok golongan Khowarij, secara umum adalah :
a. orang Islam yang melakukan dosa besar adalah kafir;
b. orang-orang yang terlibat dalam perang Jamal, yakni perang antara Aisyah, Tholhah dan Zubair melawan Ali bin Abu Tholib dan pelaku arbirtasse - termasuk yang menerima dan membenarkannya dihukum kafir;
c. pandangan dalam menentukan kholifah (kepala negara) cukup demokratis. Kholifah, menurut mereka, harus dipilih oleh rakyat serta tidak harus dari keturunan Nabi dan tidak mesti keturunan bangsa Quraisy.

Jadi, seorang muslim dari golongan manapun bisa menjadi kholifah asalkan memiliki kemampuan memimpin dengan benar.

Tokoh-tokoh Khowarij yang utama, antara lain, ialah :
(1) Abdullah bin Wahab al-Rosyidi;
(2) Urwah bin Hudair;
(3) Mustarid bin Sa'ad;
(4) Hausaroh al-Asadi;
(5) Quroib bin Maruah;
(6) Nafi bin al-Azroq; dan
(7) Abdullah bin Basyir.

Akibat perbedaan pendapat di antara tokoh-tokohnya, Khowarij terpecah menjadi beberapa golongan, antara lain:
(1) golongan Muhakkimah (sekte khowarij yang pertama, yakni golongan yang memisahkan diri dari Ali bin Abi Tholib ra.);
(2) golongan Azariqoh (pengikut Nafi Ibnu Azroq) yang terkenal lebih radikal, sebab mereka mengkafirkan ummat Islam, kecuali golongan mereka.
(3) golongan Najadat (pengikut Najadah Ibnu 'Amir) yang merupakan pecahan dari golongan Azariqoh.
(4) golongan As-Sufriyah (pengikut Ziyad Ibnu Ashfar). Ajaran golongan ini menyerupai golongan Azariqoh;
(5) golongan al-Ibaadiyah (pengikut Abdullah Ibnu Ibaad Attami). Golongan ini agak lunak, sebab pengikutnya boleh menikah dengan orang-orang dari golongan lain;
(6) golongan al-Ajaridah pimpinan Abd. Karim bin Ajrod, yang dalam perkembangannya terpecah menjadi beberapa kelompok kecil seperti Syu'aibiyah, Hamziyah Hazimiyah, dan Maimuniyah.

Perpecahan itulah yang menghancurkan aliran Khowarij sehingga keberadannya kini hanya ada dalam catatan sejarah.

2. Murjiah
Aliran Murji'ah muncul dari golongan yang tidak sepaham dengan golongan Khowarij. Hal itu tercermin dari ajarannya yang bertolak belakang dengan ajaran Khowarij. Pengertian Murji'ah itu sendiri adalah penangguhan vonis hukuman atas perbuatan seseorang sampai di pengadilan Allah SWT kelak.

Jadi, mereka tidak mengkafirkan seorang muslim yang berbuat dosa besar. Sebab yang berhak menjatuhkan hukuman terhadap seorang pelaku dosa hanyalah Allah SWT. Sehingga seorang muslim, sekalipun melakukan dosa besar, dalam kelompok ini tetap diakui sebagai muslim dan punya harapan bertaubat.

Secara garis besarnya, ajaran-ajaran pokok Murji'ah, adalah :

a. pengakuan iman cukup hanya dalam hati. Dengan demikian pengikut golongan ini tidak dituntut membuktikan keimanan mereka dalam amal perbuatan sehari-hari. Tentu ini merupakan suatu kejanggalan yang sulit diterima oleh kalangan Murji'ah sendiri. Oleh karena iman dan amal perbuatan dalam ajaran Islam merupakan satu kesatuan.

b. selama meyakini dua kalimah syahadat, seorang muslim yang berbuat dosa besar tidak dihukum kafir. Hukuman terhadap perbuatan manusia ditangguhkan, dalam arti hanya Allah yang berhak menjatuhkannya kelak di alam akhirat.

Tokoh utama aliran Murji'ah, ialah Hasan bin Bilal Muzni, Abu Sallat Samman, dan Diror bin Umar. Dalam perkembangan selanjutnya aliran ini terbagi dalam kelompok moderat dan ekstrem. Kelompok Murji'ah moderat dipelopori oleh Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Tholib, sedangkan kelompok Murji'ah ekstern dipelopori oleh Jaham bin Shofwan.

Namun sebagaimana aliran Khowarij, aliran Murji'ah juga hanya tinggal dalam catatan sejarah. Akan tetapi ajaran-ajarannya tentang kufur dan dosa besar masih diikuti oleh kaum muslimin bahkan diserap oleh ajaran Ahlisunnah Waljamaah.

3. Qodariyah
Aliran Qodariyah muncul di Irak. Aliran ini mengajarkan paham:
a) manusia memiliki kudrat irodat untuk berusaha dan berbuat sesuai dengan kemampuannya;
b) manusia memiliki kuasa penuh atas dirinya tanpa kudrat irodat Allah; Dengan kata lain, manusia itu sendiri yang menentukan perbuatannya — apakah ia ingin berbuat baik atau jahat;
c) menolak adanya qodar dan takdir Allah dalam segala usaha dan perbuatan manusia;
d) umat Islam yang berdosa besar tidak dihukumi sebagai kafir, namun juga tidak digolongkan seorang mukmin, melainkan hanya sebagai muslim.

Dua tokoh utama Qodariyah, ialah Ma'abad al-Juhani al-Basri Jan Ghoilan al-Dimasyqi. Ma'abad al-Juhani menyebarkan ajaran Qodariyah di Irak dan berhasil mendapatkan banyak pengikut dalam waktu yang relatif singkat. Ia terbunuh dalam pertempuran melawan al-Hujjaj. Ma'abad memang terlibat dalam politik sebagai pendukung Abdurrohm an al-Asy'ats, gubernur Sajistan yang menentang kekuasaan Bani Umaiyah.

Sedangkan Ghoilan al-Dimasyqi tokoh penerus yang berjasa mengembangkan paham Qodariah sampai ke Iran. Akan tetapi paham ini dinilai membahayakan pemerintah pada waktu itu, sehingga Ghoilan dihukum bunuh oleh pemerintah Hisyam bin Abdul Malik, kholifah Dinasti Umaiyah kesepuluh (105 125 H/724-743 M).

4. Jabariyah
Aliran Jabariyah lahir di Khurosan. Aliran ini mengajarkan paham, bahwa manusia tidak memiliki kekuatan untuk berbuat sesuatu dan tidak memiliki kemauan. Dengan kata lain, segala kemauan dan perbuatan manusia sesungguhnya kehendak Allah SWT, namun manusia tetap menerima konsekuensi - pahala atau siksa - atas perbuatannya. Dengan demikian paham aliran ini bertolak belakang dengan paham Qodariyah.

Ajaran lain yang diosebarkan oleh Aliran Jabariyah, antara lain:
a) Qur'an adalah makhluk sebagaimana yang lain, yang fana dan tidak abadi;
b) di akhirat kelak, Tuhan tidak dapat dilihat; dan
c) neraka dan surga itu tidak abadi.

Pelopor aliran Jabariyah, ialah Tsalut Ibnu 'ashom. Aliran ini kemudian berkembang luas berkat Jahm bin Shofwan, seorang Persia yang menjadi pegawai Syuroih bin al-Harits dari kelompok bendera hitam yang memberontak kepada pemerintahan Bani Umaiyah. Jahm bin Shofwan akhirnya tertangkap dan dihukum mati dalam perlawanan terhadap Bani Umaiyah tahun 131 H.

Pengikut aliran Jabariyah terbagi dalam dua kelompok. Pertama, kelompok ekstrem yang termasuk di dalamnya Jahm bin Shofwan. Kedua, kelompok moderat, di antaranya, Dhiror bin Amru, Hafaz al-Fardi, dan Husein bin Najjar.

5. Mu'tazilah
Aliran Mu'tazilah (artinya memisahkan diri) muncul di Basroh, Irak, pada abad Icedua Hijriyah. Kelahirannya bermula dari tindakan Wasil bin Atho (700-750M/80-131H) memisahkan diri dari gurunya, Imam Hasan al-Basri karena perbedaan pendapat antara keduanya. Wasil bin Atho berpendapat, bahwa seorang mukmin yang melakukan dosa besar, statusnya tidak mukmin lagi namun tidak juga kafir yang berarti fasik.

Sebaliknya menurut Imam Hasan al-Basri, mukmin yang melakukan dosa besar statusnya tetap mukmin.
Mu'tazilah memiliki lima ajaran pokok.
a. Tauhid — keesaan Allah SWT. Dalam hal ini Mu'tazilah berpendapat, antara lain bahwa :
(1) Tidak mengakui sifat Allah, sebab apa yang dikatakan orang sebagai sifat Allah, tidak lain dzat Allah itu sendiri;
(2) Al-Qur'an adalah makhluk;
(3) Tuhan, di alam akhirat kelak, tidak dapat dilihat oleh mata manusia. Yang terjangkau oleh mata manusia bukanlah Tuhan.

b. Keadilan Allah SWT. Aliran Mu'tazilah berpendapat bahwa Allah SWT akan memberikan imbalan kepada manusia sesuai dengan apa yang diperbuat oleh manusia.

c. Janji dan ancaman. Aliran Mu'tazilah berpendapat bahwa Allah SWT tidak akan mengingkari janjinya : memberi pahala kepada orang muslim yang berbuat baik, dan melimpahkan siksa kepada orang muslim yang berbuat dosa.

d. Posisi di antara dua posisi. Ajaran ini dicetuskan oleh Wasil bin atho sendiri yang menyebabkannya memisahkan diri dari Imam Hasan al-Basri, bahwa seorang mukmin yang berbuat dosa besar, statusnya di antara mukmin dan kafir, yakni fasik.

e. Amar makruf (tuntutan berbuat baik) dan Nahi Mungkar (mencegah segala perbuatan tercela). Jadi ajaran Mu'tazilah yang terakhir ini lebih banyak berkaitan dengan hukum/fikih.

Tokoh-tokoh Mu'tazilah yang terkenal ialah:
1) Wasil bin Atho (pelopori kelahiran aliran ini);
2) Abu Huzail al-Allaf (135-235H/751-849M), tokoh yang menyusun lima ajaran pokok Mu'tazilah;
3) Al-N azzam, murid dari Abu Huzail; dan
4) Al-Jubba'i — nama lengkapnya : Abu Ali Muhammad bin Abdul Wahab (235-303H/849-915M).

Sekalipun aliran Mu'tazilah tidak eksis lagi, namun pemikiran-pemikiran rasionalnya sering digali kembali oleh para cendikiawan muslim dan non-muslim.

6. Ahlussunnah Waljamaah
Yang tergolong dalam aliran ini adalah mereka yang mengikuti sunnah Nabi Muhammad saw (ahlussunnah) dan Sahabat Nabi (jamaah). Pendiri aliran ini, ialah Abu al-Hasan al-Asy'ari di Bashroh dan Abu Mansur al-Maturidi di Samarkand.

Abu al-Hasan al-Asy'ari (260-324H/873-935M), adalah cucu dari Sahabat Nabi yang terkenal, Abu Musa al-Asy'ari. Semula ia berpaham Mu'tazilah karena diasuh dan berguru pada ayah tirinya Abu Ali al-Jubbai yang juga guru besar Mu'tazilah di Bashroh. Pada akhirnya, ia meragukan paham Mu'tazilah dan memohon kepada Allah SWT agar diberi petunjuk jalan yang benar.

Ketika berusia sekitar empat puluh tahun. Abu Hasan memproklamirkan diri bahwa ia telah meninggalkan keyakinannya yang lama. Sejak saat itu ia menyebarluaskan paham barunya yang terkenal dengan ahlussunnah waljamaah.

Pokok-pokok pikiran Abu Hasan Al-Asy'ari, antara lain:
a. Tuhan memiliki sifat-sifat sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur'an.
b. Al-Qur'an adalah qodim, bukan makhluk. Hal itu didasarkan pada ayat: Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, "Jadilah!" Maka jadilah sesuatu itu. (QS. 36/Yasin: 82)
c. Kelak di akhirat Tuhan dapat dilihat oleh mata kepala manusia. Pendapatnya ini didasarkan pada ayat: "Wajah-wajah (orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Memandang Tuhannya." (QS. 75/ Al-Qiyamah: 22-23)

Jelaslah bahwa pokok-pokok pikiran al-Asy'ari bertolak belakang dengan paham-paham yang diajarkan oleh Mu'tazilah.

Abu al-Hasan al-Asy'ari juga menulis beberapa kitab tentang ilmu kalam. Kitab-kitabnya terpenting yang menjadi dasar pemikiran aliran yang diproklamasikannya dan menjadi pegangan bagi pengikutnya, adalah:
1) al-Ibanah'an Ushul al-Dinayah, yang berisi pokok-pokok pikiran ajaran Ahlisunnah Waljamaah; dan
2) Al-Luma fi al-Rodd 'ala Ahl al-Ziyaq wa al-Bida, yang berisi pandangan dan ajaran Al-Asy'ari tentang ilmu kalam, dan jawaban terhadap serangan lawan.

7. Syi'ah
Yang dimaksudkan Syi'ah di sini adalah mereka yang memuja-muja Ali bin Abi Tholib dan keturunannya. Mereka menganggap Ali yang berhak menjadi kholifah setelah Nabi Muhammad saw. wafat. Pelopor golongan ini, ialah Abdullah bin Saba', pendeta Yahudi asal Yaman yang masuk Islam pada masa pemerintahan Ustman bin Affan. Ia, dalam berbagai literature, disebut sebagai tokoh yang banyak berperan dalam memecah-belah umat Islam.

Golongan syi'ah ini muncul dari sakit hati Abdullah bin Saba', karena kedatangannya di Madinah tidak disambut oleh Kholifah Ustman bin Affan ra. Ia kemudian mengadakan oposisi dengan mengeluarkan fatwa bahwa sesungguhnya yang berhak menjadi kholifah sepeninggal Rosulullah saw. ialah Ali bin Abu Tholib ra. clan ketiga kholifah sebelumnya tidak sah. Mereka ini menamakan diri pencinta Ahlul Bait (keluarga Nabi) dan kemudian mendapat banyak pengikut.

Ajaran-ajaran golongan Syi'ah antara lain:
a) mengutuk dan tidak membenarkan jabatan kholifah Abu Bakar Ash Shiddhiq ra.; Umar bin Khoththob ra.; dan Utsman bin Affan ra. Sebab ketiganya dianggap merampas jabatan kholifah bagi Ali bin Abi Tholib ra.

b) pangkat kekholifahan (keimaman) dilakukan secara turun-temurun sampai 12 imam, mulai dari
(1) Ali bin Abi Tholib;
(2) Hasan bin Ali bin Abi Tholib;
(3) Husein bin Ali bin Abi Tholib;
(4) Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Tholib;
(5) Muhammad al-Baqir bin Ali bin Zainal Abidin;
(6) Jakfar al-Shodiq bin Muhammad al-Baqir;
(7) Musa al-Kazhim bin Jakfar al-Shodiq;
(8) Ali al-Ridho bin Musa al-Kazhim;
(9) Muhammad al-Jawwad bin Ali al-Ridho;
(10) Ali bin Muhammad bin Ali al-Ridho;
(11) Hasan bin Ali bin Muhammad al-Aksari; sampai
(12) Muhammad bin Hasan al-Mahdi yang hilang ketika berusia lima tahun, serta dinantikan dan diyakini kehadirannya kelak di kemudian hari/menjelang Hari Kiamat;

c) Imam adalah maksum, yakni tidak pernah berbuat dosa sebagaimana nabi. Mereka juga percaya bahwa imam juga menerima wahyu dari Allah, dengan mendengar suara Jibril as. dengan tidak melihatnya.

d) Tidak menerima hadits yang diriwayatkan oleh selain imam mereka. Karena itu mereka tidak mengakui hadits-hadits Bukhori, Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Nasai. Mereka juga tidak menerima tafsir Al-Qur'an selain yang ditafsirkan oleh imamnya. Mereka tidak menggunakan ushul fikih. Dan tidak menerima qiyas dan ijmak.

Golongan Syi'ah terpecah belah menjadi 22 sekte. Dari ke 22 sekte tersebut yang masih bertahan sampai sekarang hanya tiga sekte : (1) Imamiah; (2) Ismailiah; dan (3) Zaidiah.

a. Syiah Rafidhoh, golongan syiah paling ekstrim karena: (1) mengkafirkan selain golongannya; (2) mengajarkan bahwa Jibril telah melakukan kesalahan dalam menyampaikan wahyu, yang seharusnya kepada Ali Ibnu Abi Tholib bukan kepada Nabi Muhammad saw.; dan (3) roh orang yang meninggal akan kembali ke dunia sebagai reinkaranasi;

b. Syiah Imamiah atau Istna 'Asyariah. Penamaan Imamiah ini karena kepercayaan mereka yang kuat bahwa yang berhak memimpin umat Islam hanya imam. Mereka berkeyakinan adanya dua belas imam sebagaimana yang tersebut di atas.

c. Syi'ah Ismailiah adalah sekte syi'ah yang mempercayai bahwa imam itu hanya tujuh orang, ialah mulai dari Imam yang pertama, Ali bin Abi Tholib sampai Imam yang tujuh. Akan tetapi dalam kepercayaan mereka, imam yang tujuh itu bukan Musa al-Kazhim bin Jakfar al-Shodiq seperti yang dipercaya oleh Syi'ah imamiah, melainkan Ismail.

d. Syi'ah Zaidiah adalah sekte Syi'ah pengikut Zaid bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Tholib. Mereka tergolong syi'ah yang moderat, karena tidak berpendapat bahwa Ali dan keturunannya yang berhak menjadi kholifah. Mereka juga tidak memvonis, bahwa ketiga kholifah sebelum Ali tidak sah.

8. Salafiyah
Salafi atau salafiyah adalah kata jadian yang berasal dari kata Salafa, yaslufu, dan salafan yang memiliki arti terdahulu. As-Salaf ini berarti al-mutagoddimuuna fii as-sair, yakni orang terdahulu. Mereka adalah as-Salaf ash-Sholih, yang berarti orang saleh terdahulu. Yakni kaum muslim generasi sahabat, generasi tabi'in, tabi'it tabi'in, serta generasi atba' at-tabi'in seperti Imam Syafi'i, Imam Hanbali, Bukhori, Muslim dan penyusun kitab hadits yang enam lainnya.

Orang-orang saleh terdahulu itu menjadi generasi terbaik karena benar-benar menjalankan Islam secara menyeluruh dan utuh. Mereka tidak hanya saleh secara ritual, melainkan juga saleh secara sosial. Jadi selain taat beribadah, juga rendah hati, jujur, penuh toleransi dan cinta damai. Karena itu kalau ada orang yang mengaku salafi, tetapi suka mencela, merasa paling benar, sombong, suka bermusuhan, dan mengkafir-kafirkan orang lain, percayalah dia bukan salafi.

Perilaku Islami yang dipraktekkan oleh kaum salaf dalam segala segi kehidupan sehari-hari memang patut diteladani. Maka tepatlah kiranya jika Ibnu Taimiyah mencetuskan suatu gerakan untuk menghidupkan kembali ajaran kaum salaf, yang kemudian terkenal dengan nama salafiyah. Tujuannya agar umat Islam kembali kepada Al-Qur'an dan hadits.

Gerakan salafiyah dicetuskan oleh Ibnu Taimiyah (661-728 H/ 1263-1328 M) seorang ulama dari kalangan Hambaliyah. Lalu gerakan ini diteruskan oleh para pengikutnya, antara lain Ibnu Qoyyim al-Jauziyah, Jamaluddin al-Afgani, Syekh Muhammad Abduh, dan Syekh Muhammad Rosyid Ridho.

Akhirnya gerakan salafi ini menyebar ske eluruh dunia. Di India mencuatlah nama Sayid Ahmad Khan yang dianggap mempunyai semangat salaf. Di Indonesia sendiri muncul pula oraganisai-organisasi keagamaan yang dilandasi ajaran salaf seperti Thowalib, al-Irsyad, Muhammadiyah, Persatuan Islam, dan Persatuan Umat Islam.

9. Wahabi
Gerakan Wahabi muncul di Uyainah, suatu daerah di Nejed, kota terpencil di Saudi Arabiyah yang ketika itu berada dalam kekuasaan Kerajaan Turki Usmani. Pelopornya adalah Muhammad bin Abdul Wahab (1115-1306 H/1702-1786 M), pengikut setia dan penganut Ahmad bin Hambal, pendiri Madzhab Hambali. Gerakan ini tidak mendapat sambutan dari masyarakat, bahkan mendapat tekanan dari penguasa setempat. Lalu pindahlah Muhammad bin Abdul Wahab ke desa Dar'iyah, sebelah timur Riyadh yang dihuni oleh Amir ibnu Su'ud (w. 1179 H/1766 M), pendiri Dinasti Su'ud yang kini berkuasa di Arab Saudi.

Di tempatnya yang baru ini, Wahabi mendapat dukungan dan perlindungan dari Muhammad bin Su'ud. Sebaliknya Muhammad Abdul Wahhab memandang Amir Su'ud memiliki ambisi yang besar untuk menguasai daratan Arabia. Maka pada tahun 1744 M tercapailah kesepakatan di antara keduanya untuk saling mendukung demi tercapainya tujuan masing-masing. Dengan begitu Muhammad Abdul Wahab dapat dengan leluasa mengembangkan ajarannya.

Sebagaimana gerakan Salafiyah, wahabi kala itu juga ingin memurnikan ajaran Islam. Hanya saja mereka tidak menempuh cara-cara persuasif seperti yang dilakukan oleh Ibnu Taimiyah, melainkan mengambil sikap keras dengan menggunakan kekuatan.

Penciptaan alam semesta menurut Al Quran

enciptaan alam semesta menurut Al Quran - Alam Semesta Dan Isinya Dalam Al-Qur'an

Para Cendekiawan Barat telah mengakui tentang kelengkapan dan kesempurnaan isi Al-Qur'an. Edward Gibbon, ahli sejarah Inggris (1737-1794), di antaranya yang mengatakan, bahwa Al-Qur'an adalah sebuah kitab agama, yang membahas tentang masalah-masalah kemajuan, kenegaraan, perniagaan, peradilan, dan undang-undang kemiliteran dalam Islam. Isi Al-Qur'an sangat lengkap, mulai dari urusan ibadah, ketauhidan, sampai soal pekerjaan sehari-hari, mulai dari masalah rohani sampai hal-hal jasmani, mulai dari pembicaraan tentang hak-hak dan kewajiban segolongan umat sampai kepada pembicaraan tentang akhlak dan perangai serta hukum siksa di dunia.

Selain itu Al-Qur'an juga menerangkan tentang alam semesta dan seisinya."Kami turunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu." (QS. 16/ An-Nahl: 89). Bab ini khusus mengemukakan ayat-ayat Al-Qur'an tentang alam semesta yang menjadi tanda-tanda kekuasaan Allah SWT. "Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, kapal yang berlayar di laut dengan (muatan) yang bermanfaat bagi manusia, apa yang diturunkan Allah dari langit berupa air, lalu dengan air itu dihidupkan-Nya bumi setelah mati (kering), dan Dia tebarkan di dalamnya bermacam-macam binatang, dan perkisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, (semua itu) sungguh merupakanlanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang mengerti". (QS. 2/ Al-Baqoroh: 164)

Langit, Matahari, Bulan, Dan Bintang

Al-Qur'an menegaskan bahwa langit merupakan atap yang terpelihara, "Kami menjadikan langit sebagai atap yang terpelihara, namun mereka tetap berpaling dari tanda-tanda (kebesaran Allah) itu (matahari, bulan, angin, awan, dan lain-lain). (QS. 21/Al-Anbiya': 32) Langit diluaskan. "Langit Kami bangun dengan kekuasaan (Kami), dan Kami benar-benar meluaskannya." (QS. 51/Adz Dzariyat: 47) Dan tidak terdapat keretakan sedikit pun di langit. "Apakah mereka tidak memperhatikan langit yang ada di atas mereka, bagaimana cara Kami membangunnya dan menghiasinya, dan tidak terdapat retak-retak sedikit pun." (QS. 50/Qof: 6)

Ada beberapa ayat Al-Qur'an yang menegaskan bahwa langit di atas sana terdiri dari tujuh tingkat. "Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di bumi untukmu kemudian Dia menuju ke langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi tujuh langit." (QS. 2/Al-Baqoroh: 29) "Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun, yang menciptakan tujuh langit berlapis-lapis." (QS. 67/Al-Mulk: 2-3) "Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis?" (QS. 71/ Nuh: 15)

Pakar Islam asal Turki, Prof. Harun Yahya, menafsirkan tujuh lapis langit dengan menganologikan atmosfir sebagai wujud langit. Analogi tersebut sangat mungkin sebab secara ilmiah atmosfir juga terdiri dari tujuh lapis. Setiap lapisan atmosfir dari yang paling bawah hingga paling atas mempunyai batas-batas yang tegas. Selain itu tingkat suhu pada masing-masing atmosfir berbeda-beda.

Tujuh lapisan atmosfir yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Troposfir (atmosfir paling bawah), merentang di ketinggian 1618 km di wilayah tropis. Suhunya berkisar 57 derajat dibawah nol Celcius. Di atmosfir yang terdekat dengan bumi inilah perubahan-perubahan cuaca terjadi.

2. Stratosfir (atmosfirkedua). Letaknya di ketinggian 50 km dengan suhu berkisar 0 derajat celcius. Suhunya dalam lapisan atmosfir kedua ini tidak lebih tinggi dari itu sebab "didinginkan" sinar ultraviolet. Sewaktu proses pendinginan ini berlangsung, muncullah lapisan ozone yang sangat penting bagi kehidupan di bumi.

3. Mesosfir (atmosfir ketiga). Letaknya di ketinggian 80 km. Di sini suhunya bisa menurun hingga 73 derajat di bawah nol celcius.

4. Termosfir (atmosfir keempat). Suhunya mencapai 1232 derajat Celcius, kembali naik sesuai dengan ketinggian letaknya: 480 km.

5. Lonosfir (atmosfir kelima). Inilah atmosfir yang berperan penting dalam kelangsungan komunikasi di bumi. Sebab Ionosfir memantulkan kembali gelombang radio ke bumi.

6. Exosfir (atmosfir keenam). Letaknya yang di atas ketinggian 500 km menjadikannya menyatu dengan gas-gas antariksa. Molekul-melekul yang melesat dengan cepat memungkinkannya lepas dari gaya tarik bumi, lalu bertabrakan dengan molekul-molekul lain; dan

7. Magnetosfir (atmosfir ketujuh). Letaknya antara 3000 hingga 30.000 km, tepatnya di zona radiasi yang mengandung partikel-partikel ber-ion energi tinggi. Inilah zona yang disebut sabuk radiasi Van Allen. Mengapa lapisan ini dinamakan Magnetosfir? Sebab ion-ion dan patikel-partikel atom di bentangan ini nyaris sepenuhnya dikendalikan oleh lapangan magnetik bumi.

Berikut benda-benda penghias langit yang diterangkan dalam Al-Qur'an:

1. Matahari dan Bintang. "Dia juga menjadikan padanya (pada langit) matahari dan bulan yang bersinar." (QS. 25/ Al-Furqon: 61) "Di sana Dia menciptakan bulan yang bercahaya, dan menjadikan matahari sebagai pelita (yang cemerlang)? ." (QS. 71/Nuh: 16)
Sebelum para ilmuwan menemukan fakta bahwa matahari dan bulan mengitari porosnya, Al-Qur'an telah mengungkapkannya lebih dulu. "Dan Dia telah menundukkan matahari dan bulan bagimu yang terus-menerus beredar (dalam orbitnya), dan telah menundukkan malam dan siang bagimu." (QS. 14/Ibrohim: 33) "Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing beredar pada garis edarnya." (QS. 21/ Al-Anbiya': 33)

2. Bintang-gemintang. "Mahasuci Allah yang menjadikan di langit gugusan bintang-bintang." (QS. 25/Al-Furgon: 61) Bintang-bintangitu sebagai hiasan. "Dan sungguh Kami telah menciptakan gugusan bintang di langit dan menjadikannya terasa indah bagi orang yang memandangnya." (QS. 15/Al-Hijr: 16) Bintang-bintang itu juga menjadi petunjuk jalan bagi manusia. "Dan Dialah yang menciptakan bintang-bintang bagimu supaya kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut." (QS. 6/Al-An'am: 97) "Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk (jalan)." (QS. 16/An-Nahl: 16)

3. Kilat dan petir. "Kilauan kilatnya hampir-hampir menghilangkan penglihatan." (QS. 24/An-Nur: 43) "Dialah yang memperlihatkan kilat kepadamu yang menimbulkan ketakutan atau harapan, dan Dia menjadikan mendung." (QS. 13/Ar-Ro'du: 12) Maksudnya petir menakutkan manusia karena gema gemuruhnya, namun juga harapan bahwa hujan akan turun

Mahasiswa dan Organisasi

Mahasiswa dan organisasi merupakan kedua hal yang tidak dapat terpisahkan. Kura-kura, alias kuliah-rapat kuliah-rapat, itulah sebutan bagi mereka, para mahasiswa yang aktif di beberapa kegiatan kampus. Bahkan, tidak jarang mereka rela pulang larut malam dari kampus setiap harinya demi menghadiri rapat ini dan itu. Kehidupan berorganisasi di kampus nyatanya memiliki begitu banyak pandangan dan sorotan. Ada yang memandang bahwa dengan mengikuti kegiatan organisasi hanya akan menghambat nilai akademik. Hmm, masa sih? Namun, tidak sedikit juga yang menganggap bahwa dengan bergabung dalam organisasi kampus akan memberikan banyak sekali manfaat bagi dirinya, salah satunya dengan menjadi mahasiswa yang eksis yang terkenal seantero kampus.

Sebagai seorang mahasiswa, berprestasi di bidang akademik sudah menjadi sebuah kewajiban. Yap, tugas kita sebagai seorang mahasiswa adalah belajar! Tapi, apa iya cukup dengan belajar saja? Selain datang ke kampus untuk menimba ilmu, alangkah baiknya kalau seorang mahasiswa juga menyeimbangkan kehidupannya sebagai mahasiswa dengan mengikuti berbagai kegiatan di bidang non akademik, salah satunya dengan aktif di beberapa organisasi kampus, seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), himpunan mahasiswa jurusan/program studi, dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), atau bergabung dalam kepanitiaan sebuah acara di kampus.

Bergabung dalam organisasi kampus atau kepanitiaan acara kampus ternyata memberikan manfaat yang banyak banget, loh! Berikut ini adalah beberapa bukti kalau bergabung dalam organisasi kampus atau kepanitiaan acara kampus itu bukan semata-mata cuma jadi mahasiswa eksis, tapi juga ada manfaatnya ;

1. Melatih leadership skill.

Mahasiswa yang mengikuti kegiatan di organisasi atau bergabung dalam kepanitiaan sebuah acara kampus umumnya akan lebih banyak terlatih dalam mengutarakan pendapatnya di depan orang lain, lebih memiliki inisiatif, serta dapat mengarahkan dan menggerakkan teman-teman mahasiswa lainnya sesama anggota organisasi/kepanitiaan.

2. Menyalurkan hobi dan minat.

Organisasi-organisasi kampus merupakan wadah yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswanya untuk menyalurkan hobi dan minat terpendam kita. Misalnya, salah satunya Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) kampus yang menawarkan UKM dalam berbagai bidang, seperti bidang olahraga, bidang kesenian, bidang ilmiah, dan lain-lain.

3. Networking atau memperluas jaringan.

Bergabung dalam organisasi kampus atau menjadi panitia dalam sebuah acara kampus akan memperkenalkan kita pada teman-teman baru. Kita akan berkenalan dengan teman-teman dari jurusan lain, teman seangkatan, senior, dan masih banyak lainnya. Bahkan, nggak menutup kemungkinan nih kalau kita akan berkenalan dengan someone -that-are-we-looking-for hihihi.

4. Belajar manajemen waktu.

Dengan mengikuti organisasi/kepanitiaan acara kampus, waktu yang biasanya kita gunakan untuk belajar dan mengerjakan tugas otomatis akan berkurang. Nah, agar kegiatan akademik dan non akademik kita berjalan lancar, maka manajemen waktu yang baik haruslah kita lakukan.

Pengalaman sebagai mahasiswa yang berorganisasi, bisa menjadi bekal kita ketika akan bersaing pada dunia kerja dan dapat menjadi nilai plus jika dibandingkan dengan mahasiswa yang hanya aktif dalam aktivitas perkuliahan saja. Prestasi mahasiswa bukan saja ditunjang dengan prestasi akademik semata. Faktor pengalaman mahasiswa dalam organisasi kampus juga sebagai salah satu faktor penting untuk menunjang suksesnya mahasiswa kelak setelah selesai kuliah. So, tunggu apalagi? Ikuti organisasi kampus dan kepanitiaan di kampusmu dan mulai ukir prestasimu!

Sudahkah Kita Beribadah?

Secara bahasa (etimologi), Ibadah berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menerut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi tetapi yang paling lengkap yaitu, Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin.

Ibadah itu dibangun atas tiga pilar, yaitu: hubb (cinta), khauf (takut), raja’ (harapan). Didalam setiap ibadah harus terkumpul atasnya pilar-pilar tersebut. Allah berfirman:

“…Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah…” (Q.S Al-Baqarah: 165)

“..Sungguh mereka bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan dan mereka berdo’a kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka orang-orang yang khusyu’ kepada kami.” (Q.S Al-Anbiyaa’:90)

Ibadah merupakan perkara tauqifiyah, yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah yang disyariatkan kecuali berdasarkan Al-qur’an dan As-sunnah. Apa yang tidak disyari’atkan maka perbuatan tersebut tertolak, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Barang siapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR Muslim no. 1718 (18) dan Ahmad IV/146; 180; 256, dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha)

Agar dapat diterima ibadah disyariatkan harus benar. Dan ibadah itu tidak bisa benar kecuali dengan terpenuhinya dua syarat:
Ikhlas karena Allah azza wa Jalla semata, bebas dari syirik besar dan kecil.
Ittiba’, sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

Syarat yang pertama merupaka konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallaah, karena ia mengharuskan ikhlas dalam beribadah hanya untuk Allah dan jauh dari Syirik kepada-Nya. Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut wajibnya taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggalkan ibadah-ibadah yang diada-adalan (baca:bid’ah).

Allah berfirman:

“Tidak! Barang siapa menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan dia berbuat baik, dia mendapat pahala di sisi Rabbnya dan tidak ada rasa takut pada diri mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 112)

“Menyerahkan diri” artinya memurnikan ibadah kepada Allah. “Berbuat kebajikan” artinya mengikuti Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: “Inti agama ada dua pilar yaitu kita tidak beribadah kecuali hanya kepada Allah, dan kita tidak beribadah kecuali dengan apa yang Dia syari’atkan, tidak dengan perkara-perkara yang baru.

Sebagaimana Allah berfirman:

“…Maka barang siapa mengharap pertemuan dengan Rabbnya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Rabbnya.” (QS. Al-Kahfi: 110)

Yang demikian adalah manifestasi (perwujudan) dari dua kalimat syahadat Laa ilaaha illallaah, Muhammad Rasulullaah.

Pada yang pertama, kita tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Pada yang kedua, bahwasanya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan-Nya yang menyampaikan ajaran-Nya. Maka kita wajib membenarkan dan mempercayai beritanya serta mentaati perintahnya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bagaimana cara kita beribadah kepada Allah, dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita dari hal-hal yang baru dalam agama. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa setiap hal-hal baru dalam agama adalah sesat.” (Lihat al-‘Ubuudiyyah hlm 221-222 oleh Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah, tahqiq: ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid)

Ibadah dalam islam tidak disyari’atkan untuk mempersempit atau mempersulit manusia, dan tidak pula untuk menjatuhkan mereka dalam kesulitan. Akan tetapi ibadah itu disyariatkan untuk berbagai hikmah yang agung, kemaslahatan besar yang tidak dapat dihitung jumlahnya. Pelaksanaan ibadah didalam islam semua mudah.

Diantara keutamaan ibadah bahwasanya ibadah mensucikan jiwa, membersihkan hati, dan mengangkatnya ke derajat tertinggi menuju kesempurnaan manusia.

Biarlah perkataan Imam Malik Rahimahullah yang sangat inidah berikut ini menutup tulisan ini. Imam malik Berkata, “Barang siapa membuat perkara baru dalam urusan umat ini yang tidak pernah berada di atasnya generasi pertama umat ini, maka ia telah mengira bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alalihi wa sallam berkhianat dalam menyampaikan risalah Allah Azza wa Jalla ini, karena Allah Azza wa Jalla telah berfirman:

“Pada hari ini telah kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah kucukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah kuridhi Islam itu menjadi agama bagimu.” (QS. Al-Maa’idah: 3)

Maka perkara-perkara yang bukan termasuk urusan agama pada waktu itu, berarti bukan termasuk urusan agama pula pada zaman sekarang ini. Keadaan akhir umat ini tidaklah menjadi baik kecuali dengan apa yang membuat generasi pertama umat ini menjadi baik.” (lihat Syarah Ushulus Sunnah Keyakinan Al-Imam Ahmad dalam Aqidah hlm 41-42 oleh Syaikh Walid bin Muhammad Nubaih, Pustaka Darul Ilmi)

Wallahu ‘alam bish-showab

Semoga Bermanfaat.

*Diringkas dari Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah (hlm 185-190) Bab kesembilan: Pilar-pilar Ibadah dalam Islam, oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Pustaka Imam Asy-Syafi’i, dengan sedikit penambahan (pada bagian akhir, yakni; perkataan Imam Malik) dari kitab Syarah Ushulus Sunnah Keyakinan Al-Imam Ahmad dalam Aqidah (hlm 41-42) oleh Syaikh Walid bin Muhammad Nubaih, Pustaka Darul Ilmi.

.

Penulis: Wahyu Jatmiko
Manajemen UI – 2010

Salafiy Cerminan Akhlaq Mulia

Kalau Bisa Berbicara dengan Bahasa yang Baik, kenapa Tidak?

Saudaraku, sungguh hati ini sangat miris dan sedih melihat bagaimana cara sebagian saudara-saudara kita dalam menasihati, mengomentari atau mengingatkan saudara-saudara kita yang melakukan kesalahan/kebid’ahan/kemaksiatan/kekeliruan.

saya tidak merasa paling baik, karena sayapun pernah dan mungkin masih melakukan hal itu, namun kiranya sebagai seorang muslim tiada hari kecuali harus selalu ada perbaikan, evaluasi diri serta perbaikan akhlaq dan ilmu…

ingatlah Hadist ini..

Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“بُعِØ«ْتُ Ù„ِØ£ُتَÙ…ِّÙ…َ صَالِØ­َ الْØ£َØ®ْلاَÙ‚ِ”

“Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” [H.R. Al-Hakim dan dinilai sahih oleh beliau, adz-Dzahabi dan al-Albani].

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah memasukkan penerapan akhlak yang mulia dalam permasalahan aqidah. Beliau berkata,

“Dan mereka (al-firqoh an-najiah ahlus sunnah wal jama’ah) menyeru kepada (penerapan) akhlak yang mulia dan amal-amal yang baik. Mereka meyakini kandungan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Yang paling sempuna imannya dari kaum mukminin adalah yang paling baik akhlaknya diantara mereka“. Dan mereka mengajakmu untuk menyambung silaturahmi dengan orang yang memutuskan silaturahmi denganmu, dan agar engkau memberi kepada orang yang tidak memberi kepadamu, engkau memaafkan orang yang berbuat zhalim kepadamu, dan ahlus sunnah wal jama’ah memerintahkan untuk berbakti kepada kedua orang tua, menyambung silaturahmi, bertetangga dengan baik, berbuat baik kepada anak-anak yatim, fakir miskin, dan para musafir, serta bersikap lembut kepada para budak. Mereka (Ahlus sunnah wal jama’ah) melarang sikap sombong dan keangkuhan, serta merlarang perbuatan dzolim dan permusuhan terhadap orang lain baik dengan sebab ataupun tanpa sebab yang benar. Mereka memerintahkan untuk berakhlak yang tinggi (mulia) dan melarang dari akhlaq yang rendah dan buruk”. [lihat Matan 'Aqiidah al-Waashithiyyah]

Lihatlah saudaraku, bahkan perkara akhlaq ini berkaitan erat dengan perkara aqidah, karena sesorang yang telah lurus aqidahnya akan baik perkara Akhlaqnya , karena sungguh hati yang murni dan bersih tidak akan menampakkan sesuatu yang kotor yaitu akhlaq yang buruk.

sebagian dari kita ketika diperingatkan perkara Akhlaq seakan dianggap tidak atau kurang penting, padahal para ulama dahulu blajar perkara Adab dan Akhlaq dulu sebelum belajar ilmu…

Imam Abdullah Ibnul Mubarak Rahimahullah (Wafat Th. 181 H) mengatakan : Aku mempelajari adab selama 36 tahun kemudian aku menuntut Ilmu selama 20 tahun , mereka mempelajari adab sebelum belajar ilmu

Imam Muhammad bin Sirrin Rahimahullah (Wafat Th. 110 H) Berkata : Mereka (Salafus Shalih) mempelajari petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (Adab) sebagaimana mereka mempelajari Ilmu

Al-Khatib al-Baghdadi Rahimahullah (Wafat Th. 467 H) Berkata : Selayaknya seorang penuntut Ilmu dan Hadits berbeda dalam semua urusannya dari cara dan perbuatan orang-orang awam, seorang penuntut ilmu dan hadits harus berusaha melaksanakan Sunnah atas dirinya”

Lihatlah bagaimana ulama salaf dalam mempelajari adab dan akhlaq, dalam waktu yang lama,,,sehingga ketika mereka telah memiliki ilmu , mereka menjadi orang berilmu yang alim, bijaksana, mudah diterima keilmuannya dan bermanfaat diantara manusia…

Sementara kita rata-rata sudah “bertaring sebelum mampu”, sehingga dengan mudah membid’ahkan , menyesatkan, mengingatkan dengan cara yang keras , maka pantaslah dakwah yang kita bawa ini dibenci atau dijauhi tersebab bukan hanya karena mereka tidak mau menerima , namun karena CARA yang dilakukan yang salah/kurang tepat…

Menurut hasil analisi saya apabila seorang penuntut ilmu tidak mempelajari adab dan akhlaq yang benar maka beberapa hal ini yang akan terjadi :

Biasanya orang yang baru ngaji akan semangat sekali ketika mendapati sesuatu yang berbeda dari ibadah yang biasa dikerjakan, semisal perkara-perkara kebid’ahan atau ke syirikan. Karena bermodal semangat yang sangat tinggi tersebab baru ngaji juga semangat ingin menyampaikan kepada keluarga yang mungkin tenggelam dalam kebid’ahan , maka kita dengan serta merta menyampaikan kepada mereka dengan cara “saklek” atau “ujug2” tanpa kita memikirkan segi maslahat dan mudharat, cara menyampaikan yang benar dll, intinya “Qulil Haq walau kaana murran, sampaikan yang benar walau itu pahit”.

Seringkali gara-gara hal ini banyak ikhwah yang baru ngaji diboykot oleh orang tuanya atau lingkungannya, dan kadang kita bukannya sadar dari kesalahan tapi merasa “Inilah Ghuraba , islam ini memang asing” padahal –sebenernya- kita yang mengasingkan diri sendiri

Nah disinilah perlunya manajemen akhlaq, sehingga dalam menyampaikan sesuatu tidak akan gegabah dan berujung pada ternodanya”imej” pengajian gara-gara akhlaq buruk yang kita lakukan.

Seringkali kita mengomentari keburukan atau maksiat yang dilakukan saudara-saudara kita masih dengan adab-adab orang awam atau dengan gaya premanisme yang saya kira tidak santun kiranya digunakan oleh orang yang mengaku berilmu., sebagai contoh :
Ketika kita menasehati saudara-saudara kita yang belum berjilbab, kita menyamakan mereka dengan kuntilanak lah, inilah itu lah, (seperti yang sering nongol di wall saya) coba kita napak tilas, kalau misalnya kita masih jahiliyyah terus didakwahi dengan cara begitu, apa kita mau nerima? Yang ada kita malah dongkol dan marah…
Ketika kita menasihati para pelaku bidah atau lainnya kita sering memplesetkan penyebutan mereka dengan kata-kata yang seakan menjadi bahan tertawaan. Contohnya penyebutan : Habibers, Rodjali, hizbiyyun??? Apabila ini diucapkan pada orang yang menjadi biang atau sesepuh dan sudah faham itu wajar mereka akan mengerti, namun ketika dikatakan pada saudara-saudara kita yang awam yang mungkin hanya ikut-ikutan karena kejahilan, apa kira-kira respon mereka? Tentunya mereka akan membenci dan menganggap buruk akhlaq kita…

Sudah termaklumi istilah ini “ AJARKANLAH UMAT AQIDAH DAN AJARKAN SALAFY AKHLAQ”
Kita seringkali me-Negatifkan Sesuatu yang datang dari saudara kita yang sebenarnya positif, dengan alasan “ banyak syubhatnya” dll,,,dan mengumumkan hal itu dengan bahasa yang kurang santun, padahal yang menjadi penikmatnya adalah orang-orang awam yang bahkan maksud syubhat aja mereka ga mudheng , tentang ini semisal tanggapan beberapa ikhwah tentang Mario teguh dan Ainun Habibie, saya sudah pernah mengulasnya.

Semoga bisa menjadi bahan renungan dan perbaikan bersama , saya hanya ingin salafiyyin ini menjadi Icon untuk kebaikan akhlaq dan keluhuran ilmu karena memang sungguh begiitulah mereka para shalafusshalih…

Mohon kritikan membangun dan masukan dari saudara-saudaraku semua, sayapun terlampau banyak salah,,,semoga kita menjadi lebih baik

Penulis: Ummu ‘Abdillaah
FKM UI – 2010
Tuesday, 8 January 2013
Artikel www.mahasiswamuslim.com

Mengambil beberapa nukilan dari :
http://dareliman.or.id/2012/02/13/ahlussunnah-dalam-memberi-nasehat/
http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/sudah-lama-%E2%80%9Cngaji%E2%80%9D-tetapi-akhlak-tidak-baik.html

METODE DAN MODEL PENYAMPAIAN PENDIDIKAN BUDI PEKERTI


  


METODE DAN MODEL PENYAMPAIAN PENDIDIKAN BUDI PEKERTI

DOSEN PENGAMPU : 
FAHRINA YUSTIASARI LIRI WATI, S.HI, M.PD.I


DISUSUN OLEH:

                                                   KELOMPOK IV

ANDRE SYAHPUTRA
M. RAFA’I
ANDI SAPUTRA

MAHASISWA/I PGMI/II/A
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AULIAURRASYIDIN
TEMBILAHAN
 2014
 KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua dan khususnya bagi penulis. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Adapun tujuan makalah ini untuk menambah wawasan mengenai METODE DAN MODEL PENYAMPAIAN PENDIDIKAN BUDI PEKERTI yang merupakan tugas terstruktur mata kuliah Studi pendidikan budi pekerti.  
Semoga makalah kami ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan khususnya bagi penulis. Kemudian kritik dan saran sangat penulis harapkan dari semua pembaca. Agar didalam pembuatan makalah selanjutnya lebih baik. Terima kasih.

                                                           Tembilahan,   Februari 2014


                                                                       Penulis












DAFTAR ISI

Halaman Judul
Kata Pengantar........................................................................................         i
Daftar Isi....................................................................................................        ii
BAB  I.  PENDAHULUAN.......................................................................        1
A.    Latar Belakang....................................................................        1     
B.     Rumusan Masalah.............................................................        1
BAB II. PEMBAHASAN..........................................................................        2
A.    Metode Penyampaian Pendidikan Budi Pekerti...........        2
B.     Model Penyampaian Pendidikan Budi Pekerti.............        5
BAB III. PENUTUP..................................................................................        7
A.   Kesimpulan.........................................................................        7
B.   Saran....................................................................................        7
DAFTAR PUSTAKA................................................................................        8
BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Pelaksanaan dalam pendidikan budi pekerti merupakan hal yang sulit dilakukan perlu ada metode dan model pembelajaran yang kreatif sehingga apa yang diharapkan dari proses pendidikan budi pekerti berjalan sebagaimana yang direncanakan dan diharapkan.
Ada beberapa bentuk metode dan model agar pendidikan budi pekerti bisa diharapkan berjalan semestinya yang akan di bahas dalam makalah ini.
B.   Rumusan Masalah
ü  Metode penyampaian pendidikan budi pekerti
ü  Model penyampaian pendidikan budi pekerti











BAB II
PEMBAHASAN
METODE DAN MODEL PENYAMPAIAN PENDIDIKAN BUDI PEKERTI
A.   METODE PENYAMPAIAN PENDIDIKAN BUDI PEKERTI
Metode berasal dari Bahasa Yunani methodos yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. Fungsi metode berarti sebagai alat untuk mencapai tujuan, atau bagaimana cara melakukan atau membuat sesuatu.
Pendidikan budi pekerti bukanlah suatu hal yang mudah dilakukan. Pelaksanaannya membutuhkan suatu strategi jitu agar bisa mendapatkan hasil sesuai dengan diharapkan.  Salah satu aspek penting dalam strategi tersebut diantaranya adalah aspek metode dan model dalam penyampaian. Sebagai seorang guru harus cerdas dan kreatif memilih metode dan model yang digunakan sesuai dengan kondisi siswa-siswanya.
Menurut Paul Suparno, dkk (2002: 45-52) ada beberapa metode penyampaian pendidikan budi pekerti, antara lain :
1.    Metode Demokratis
Metode demokratis menekankan pencarian secara bebas dan penghayatan nilai-nilai hidup dengan langsung melibatkan anak untuk menentukan nilai-nilai tersebut dalam  pendampingan dan pengarahan guru. Anak diberi kesempatan untuk memberikan tanggapan, pendapat, dan penilaian terhadap nilai-nilai yang ditemukan. Guru tidak bersikap sebagai pemberi informasi satu-satunya. Guru berperan sebagai penjaga garis atau koridor dalam penemuan nilai hidup tersebut. Nilai-nilai yang dapat ditanamkan dari metode ini adalah keterbukaan, kejujuran, penghargaan pendapat orang lain, sportifitas, kerendahan hati, dan toleransi.
Pencarian nilai-nilai tersebut bisa dilakukan dengan mengamati secara langsung kasus-kasus yang ada di lingkungan sekolah kemudian siswa diminta  menentukan dampak positif dan negatif terhadap masyarakat sekitar. Dari dampak-dampak tersebut kemudian siswa dituntut untuk menentukan nilai-nilai yang terkandung dalam kasus yang mereka amati.
2.    Metode Pencarian Bersama
Metode ini menekankan pada pencarian bersama yang melibatkan siswa dan guru. Pencarian bersama lebih berorientasi pada diskusi atas soal-soal yang aktual dalam masyarakat, dimana dalam proses ini diharapkan menumbuhkan sikap berpikir logis, analitis, sistematis, argumentatif untuk dapat mengambil nilai-nilai hidup dari masalah yang diolah bersama.
Melalui metode ini siswa diajak aktif mencari dan menemukan tema yang sedang berkembang dan menjadi perhatian bersama. Dengan menemukan permasalahan, mengkritisi dan mengolahnya anak diharapkan dapat menemukan nilai-nilai yang ada dan menerapkannya dalam kehidupan mereka. Anak diajak untuk secara kritis mengolah sebab akibat dari permasalahan yang muncul tersebut. Anak diajari untuk tidak cepat menyimpulkan apalagi mengambil sikap, Namun dengan cermat dan hati-hati melihat duduk permasalahan untuk sampai pada pengambilan sikap.
3.    Metode Siswa Aktif
Metode siswa aktif menekankan pada proses yang melibatkan anak sejak awal pembelajaran. Guru memberikan pokok bahasan dan anak dalam kelompok mencari dan mengembangkan proses selanjutnya. Anak membuat pengamatan, pembahasan analisis sampai pada proses penyimpulan atas kegiatan mereka. Metode ini ingin mendorong anak untuk mempunyai kreatifitas, ketelitian, kecintaan terhadap ilmu pengetahuan, kerja sama, kejujuran, dan daya juang.
4.    Metode Keteladanan
Anak belajar dari lingkungan terdekat dan mempunyai intensitas rasional yang tinggi. Proses pembentukan budi pekerti pada anak dimulai dengan melihat orang yang akan diteladani. Anak melihat apa yang dilakukan oleh guru kemudian merekam dan menirunya. Dengan keteladanan guru dapat membimbing anak untuk membentuk sikap yang kokoh. Keselarasan antara kata dan tindakan dari guru akan amat berarti berarti bagi siswa. Anak akan berpikir bahwa apa yang mereka ajarkan itu benar dan bisa ditiru. Akan tetapi jika tidak terjadi kecocokan antara kata dan tindakan yang dilakukan guru maka siswa akan menganggap nilai yang mereka ajarkan itu tidak benar. Akan berbahaya jika perilaku guru yang salah itu ditiru siswa. Maka ini berarti bahwa guru menjerumuskan siswa. Oleh karena itu dituntut ketulusan, keteguhan, kekonsistenan hidup seorang guru.
Budi pekerti adalah sikap hidup yang disadari, diyakini, dan dihayati dalam tingkat tingkah laku kehidupan. Kesatuan antara pikiran, perkataan dan perbuatan.
5.    Metode Pengalaman Langsung (Live In)
Metode live in atau pengalaman langsung dimaksudkan agar siswa mempunyai pengalaman hidup bersama orang lain langsung dalam situasi yang berbeda dari kehidupan sehari-harinya. Dengan pengalaman langsung anak dapat mengenal lingkungan hidup yang berbeda dalam cara berpikir, tantangan, permasalahan termasuk tentang nilai-nilai hidupnya. Live in tidak harus berhari-hari secara berturut-turut dilaksanakan. Misalnya anak diajak berkunjung dan membantu suatu panti asuhan anak-anak cacat.
Siswa diajak terlibat dalam melaksanakan tugas-tugas harian yang bisa mereka jalankan, tidak membutuhkan keahlian khusus, dan tidak berbahaya bagi kedua belah pihak. Membantu dan melayani anggota panti asuhan yang tergantung pada orang lain akan memberi pengalaman khusus bagi siswa dan bisa meningkatkan rasa syukur mereka karena bisa hidup dengan lebih baik.
6.    Metode Penjernihan Nilai
Metode penjernihan nilai dilakukan dengan dialog afektif dalam bentuk sharing atau diskusi yang mendalam dan intensif. Berbagai latar belakang sosial kehidupan, pendidikan, dan pengalaman dapat membawa perbedaan pemahaman dan penerapan nilai-nilai hidup.
Adanya berbagai pandangan hidup dalam masyarakat bisa membuat seorang anak bingung. Apabila kebingungan ini tidak dapat terungkap dengan baik dan tidak mendapat pendampingan yang baik pula maka anak bisa mengalami pembelokan nilai hidup.oleh karena itulah proses penjernihan nilai penting untuk dilakukan. Misalnya, pada mata pelajaran kewarganegaraan siswa diajak membahas kasus korupsi yang sedang marak di Indonesia. Tahap demi tahap anak diajak untuk melihat dan menilai apa yang terjadi dalam masyarakatdan akhirnya pada apa yang mereka lakukan. Siswa diajak untuk melihat bahwa tindakan salah dan benar tidak tergantung pada banyak sedikitnya pelaku namun pada nilai tindakan itu sendiri. Pada akhirnya siswa siswa bisa menentukan dan berani mengambil sikap yang baik dalam hidupnya.
Inovasi-inovasi dilakukan bergantung kreatifitas guru masing-masing sesuai dengan karakteristik siswa masing-masing, Lingkungan sekolah serta situasi dan kondisi yang ada.
B.   MODEL PENYAMPAIAN PENDIDIKAN BUDI PEKERTI
Model adalah rencana, representasi, atau deskripsi yang menjelaskan suatu objek, sistem, atau konsep, yang seringkali berupa penyederhanaan atau idealisasi.Keberhasilan untuk menawarkan dan dan menanamkan nilai-nilai hidup melalui pendidikan budi pekerti di pengaruhi oleh cara penyampaiannya.
Model dalam penyampaian pendidikan budi pekerti, yaitu :
1.    Model Sebagi Mata Pelajaran Tersendiri
Pendidikan budi pekerti sebagai mata pelajaran tersendiri seperti bidang studi lain dalam hal ini guru pendidikan budi pekerti harus membuat Garis besar pedoman pengajaran (GBPP), Satuan Pelajaran (SP), Rencana Pengajaran (RP), Metedologi pengajaran, dan evaluasi pengajaran. Selain itu juga ia harus dimasukkan dalam jadwal yang terstruktur
2.    Model Terintegrasi Dalam Semua Bidang Studi
 Penanaman nilai budi pekerti juga dapat di sampaikan secara terintegrasi dalam semua bidang studi. Guru dapat memilih nilai-nilai yang di tanamkan melalui beberapa pokok bahasan yang berkaitan dengan nilai-nilai hidup.
3.    Model Diluar Pengajaran
Penanaman nilai dengan model ini lebih mengutamakan pengolahan dan penanaman nilai melalui suatu kegiatan untuk di bahas dan di kupas nilai-nilai hidupnya.
4.    Model Gabungan
Model gabungan berarti menggunakan gabungan antara model terintegrasi dan model diluar pengajaran, penanaman niai dilakukan melalui pengakuan fomal terintegrasi bersamaan dengan kegiatan diluar pengajaran.










BAB III
PENUTUP
A.   KESIMPULAN
Dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan budi pekerti ada beberapa metode dan model dalam penyampaian yang diberikan yang nantinya diharapkan mampu terlaksana sebagaiman mestinya, karena pada kenyataannya dalam pelaksanaan penyampaian pendidikan budi pekerti bukan suatu hal yang mudah bagi seorang guru untuk menyampaikannya kepada para siswa dalam proses pembelajaran dan guru dituntut untuk cerdas dan kreatif dalam menggunakan model dan metode.
B.   SARAN
Apabila ada kalimat yang tidak berkenan pada tempatnya. Saya sebagai penulis berharap kritik dan saran dari Bapak pembimbing dan rekan mahasiswa/i sekalian yang bersifat membangun agar penulis bisa membuat makalah yang lebih baik pada waktu yang akan datang.










DAFTAR PUSTAKA
Zuriah, Nurul. (2007). Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Ahmad Tafsir. (2009). Pendidikan budi pekerti. Bandung : Maestro.






Hakikat Cinta Dalam Islam

“Assalamu’alaikum. Greget, ada email buat kamu. Dibaca pas kamu lagi sendirian aja, ya.”

Sebuah pesan singkat menjelang petang beberapa bulan lalu. Dengan penuh rasa penasaran, aku coba membuka surat elektronik yang ia maksud. Awalnya, hati ini bergejolak, menerka apa yang ingin diutarakannya hingga harus melalui surat dan menunggu di saat diri ini tengah sendiri. Ternyata, inti surat itu adalah ungkapan perasaan cinta yang selama ini dipendamnya. Hingga detik ini, berjuta tanya masih berkecamuk dalam dada. Mengapa ia melakukannya? Mengingat selama ini kami berteman dengan baik sesuai aturan ajaran yang diyakini.


Inilah ilustrasi nyata dari sekian banyak potret pergaulan dan percintaan anak manusia yang berkelana mencari cinta. Suatu masa di mana cinta menjadi jawaban pembenaran segala perkara, sekalipun yang dilarang. Banyak toleransi yang tidak masuk akal lantaran cinta yang menjadi dasar. Berdalih perasaan cinta, seorang wanita rela menanggalkan harga diri dan seorang pria dengan bangga menutupi jati diri. Itukah makna cinta yang sebenarnya? Cinta yang setiap orang memiliki definisi tersendiri sehingga sulit ditentukan batasannya. Cinta yang mampu melalaikan manusia dari kodratnya sebagai insan di dunia.

Di tengah hiruk-pikuk kehidupan dunia yang kian jauh dari agama, manusia dihadapkan pada realita hegemoni barat, salah satunya pola pikir jalinan cinta lawan jenis. Ketika lawan jenis menarik hati, rata-rata orang mengasumsikannya dengan sebuah hubungan tidak resmi — jika tidak ingin mengatakannya ilegal — yang disebut dengan pacaran. Istilah pacaran didengungkan di banyak interaksi sosial. Pacaran dikonotasikan sebagai sebuah proses pembelajaran mengenal karakter dan kepribadian. Itulah argumen yang kerap kali dijadikan alasan para orang tua membenarkan perilaku putra-putrinya berpacaran. Namun, sadarkah bahwa hubungan pacaran yang terjadi saat ini sangatlah jauh dari apa yang disebut dengan belajar. Apakah semua hal di dunia ini, terlebih hubungan sosial, harus selalu diawali dengan belajar? Apakah untuk mencintai ayah dan ibu kita juga harus belajar? Bukankah itu timbul dengan sendirinya? Apakah suami istri dalam memenuhi kebutuhan biologisnya juga harus melalui tahapan belajar terlebih dulu yang artinya sebelum menikah mereka sudah harus pernah melakukannya? Tentu tidak.

Lantas, apa esensi cinta dan pacaran sesungguhnya?

Mulanya, dua insan berkomitmen berada dalam lingkaran guna menghindari hal-hal yang tidak dikehendaki. Padahal, mereka sendiri tidak memahami lingkaran yang dimaksud. Mereka yang berpacaran kemungkinan besar tidak mendapatkan pemahaman yang baik tentang bagaimana agama mengatur hubungan lawan jenis. Akibatnya, lingkaran yang disebut sebagai pengaman hanya seluas pengetahuan mereka. Analoginya, banyak orang menyebut suatu hal out of the box. Bagaimana mungkin menilai apakah suatu hal out of the box atau tidak jika tidak pernah memahami dan berada dalam box tersebut?

Mari kita renungkan, bagaimana Islam sebagai agama yang menyeluruh mengatur hubungan antarmanusia, diantaranya ketika seseorang merasakan getaran cinta. Sebab, realita masyarakat dalam mengejawantahkan perasaan cinta selama ini masih perlu dipertanyakan. Oleh sebab itu, setiap muslim berkewajiban mendakwahkan ajaran Islam, termasuk pemaknaan cinta dalam kehidupan.

#Hakikat Cinta dalam Islam

Perasaan cinta manusia adalah fitrah. Setiap manusia dilahirkan dengan penuh cinta. Seorang anak lahir sebagai buah cinta kedua orang tuanya. Dalam ajaran Islam, cinta merupakan kebutuhan yang tidak akan menyebabkan kematian ketika kebutuhan tersebut belum terpenuhi. Inilah yang disebut dengan naluri atau gharizah. Cinta termasuk dalam gharizatun nau’, yakni naluri untuk mengembangkan dan melestarikan jenisnya. Bentuk dari sebuah naluri bisa berupa rasa sayang kepada ibu, saudara, teman atau rasa cinta kepada lawan jenis.

Dalam kitab Al-Hikam, karya Ibnu Atha’illah As-Sakandari tertulis, “Tidak ada yang bisa mengusir syahwat atau kecintaan pada kesenangan duniawi selain rasa takut kepada Allah yang menggetarkan hati, atau rasa rindu kepada Allah yang membuat hati merana!” Dijelaskan bahwa hampir semua orang yang jatuh cinta merasakan syahwat. Perasaan seperti itu tidak akan bisa dikeluarkan dari hati kecuali jika memiliki dua hal. Pertama, rasa cinta kepada Allah yang luar biasa yang menggetarkan hati sehingga ketika yang ada di hati adalah Allah, yang lain dengan sendirinya menjadi kecil dan terusir. Kedua, rasa rindu kepada Allah yang dahsyat sampai hati merasa merana. Jika seseorang merasa merana karena rindu kepada Allah, ia tidak mungkin merana karena rindu pada yang lain. Jika ia sudah sibuk memikirkan Allah, ia tidak akan sibuk memikirkan yang lain.

Sesungguhnya, cinta tertinggi adalah cinta kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Cinta sejati tidak akan menyakiti dan mampu menerima sang penarik hati apa adanya. Sebab, cinta sejati berlandaskan cinta seorang hamba kepada Allah. Cintanya pada lawan jenis tidak melebihi cintanya pada Allah. Implikasinya, cinta seorang pria kepada wanita tidak akan menjadikannya melanggar aturan Allah, pacaran misalnya. Allah tetap dijadikan tumpuan segalanya dan tempat mencurahkan isi hati sehingga apapun keadaannya, ia senantiasa menerima ketentuan Allah. Inilah jawaban atas keraguan terhadap proses ta’aruf sebelum menikah yang jauh berbeda dari pacaran. Ketika mereka mempertanyakan bagaimana konsekuensi ketidakcocokan hati terhadap pasangan setelah menikah jika tanpa pacaran, kembalikan pada makna keikhlasan dan cinta akan Allah. Tertulis dalam Al-Qur’an Surat An-Nur (24) : 26, “Wanita-wanita yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk wanita-wanita yang keji (pula), sedangkan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia (surga).” Sangat jelas bahwa Allah telah menyiapkan pasangan yang terbaik bagi setiap manusia.

#Bijaknya Pribadi Menyikapi Datangnya Cinta

Setiap pemuda berharap cintanya jatuh pada wanita sholehah dan sebaliknya. Akan tetapi, kadang mereka tidak siap ketika hatinya tergetar lantaran sang pujaan berada di depan mata. Banyak yang gegabah mengambil sikap saat hati mulai merasakan perasaan yang berbeda. Akibatnya, diri ini lepas kendali. Ingat, cinta yang sebenarnya adalah cinta yang diturunkan Allah setelah ijab kabul. Sebelum itu, nafsu dan posesivitaslah yang bermain. Indikatornya ada pada rasa malu. Semakin bergelora nafsu manusia, semakin tidak ada rasa malu dalam dirinya.
Islam tidak melarang seseorang menaruh hati pada lawan jenisnya. Hanya bagaimana ia mengelola perasaannya itu guna mendekatkan diri pada Allah. Pernyataan cinta yang dilontarkan seorang pria kepada wanita sholehah tanpa adanya ikatan apapun justru mengakibatkan penyesalan dan rasa sakit hati bagi pihak wanita. Hal itu dikarenakan sang wanita merasa tidak mampu menjaga kehormatan dirinya kendati telah mengenakan jilbab yang sesuai dengan syariah. Bagi seorang pria, mungkin lebih sulit menahan gejolak rasa. Akan tetapi, hal itu bukan berarti mustahil untuk menjauhi godaan nafsu seperti sabda nabi yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari,“Wahai generasi muda, barang siapa di antara kalian telah mampu menikah, maka segeralah menikah karena sesungguhnya menikah itu lebih menjaga kemaluan dan memelihara pandangan mata. Barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah berpuasa karena puasa menjadi benteng (dari gejolak birahi).” Selain itu, nabi pun pernah bersabda yang diriwayatkan oleh Thabarany,”Hendaklah kita benar-benar memejakamkan mata dan memelihara kemaluan, atau benar-benar Allah akan menutup rapat matamu.” Selama ini, sulitnya menahan pandangan sering kali menjadi alasan manusia untuk memperoleh pemakluman atas perangainya. Padahal, mereka tidak sadar betapa bahayanya ketika mata ini senantiasa tidak terjaga seperti diriwayatkan oleh Thabarany dan Al-Hakim, “Lirikan mata merupakan anak panah yang beracun dari setan, barang siapa meninggalkan karena takut kepada-Ku, maka Aku akan menggantikannya dengan iman sempurna hingga ia dapat merasakan arti kemanisannya dalam hati.”
Penekanannya ada pada pengendalian diri dan keimanan seseorang. Hamba yang memaknai cinta sebagai fitrah manusia akan mampu menempatkannya sebagai jalan kebaikan yang menjaga kehormatan dengan menjaga pandangan, tidak berdua-duaan dengan yang bukan muhrimnya, dan menjauhi segala bentuk perzinahan. Jangan biarkan cinta menjadikan diri ini buta dan tuli. Sebab, tidak semua yang didamba manusia pasti diraihnya. Cinta dalam Islam adalah cinta yang mampu menyembuhkan bukan menyakiti.