BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 30 Hijrih atau 651 Masehi,
hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman
ibn Affan RA mengirim delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang
belum lama berdiri. Dalam perjalanan yang memakan waktu empat tahun ini, para utusan
Utsman ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara. Beberapa tahun kemudian,
tepatnya tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di
pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan
Islam. Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi
abad. Mereka membeli hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah.
dalam makalah ini akan di bahas lebih mendalam mengenai sejarah perkembangan
islam di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
ü Sejarah
masuknya islam di indonesia
ü Perkembangan
islam di Indonesia
ü Kerajaan-kerajaan
islam di indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A.
SEJARAH
MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA
Di lihat dari proses masuk dan berkembangnya agama
Islam di Indonesia, ada tiga teori yang berkembang. Teori Gujarat, teori
Makkah, dan teori Persia (Ahmad Mansur, 1996). Ketiga teori tersebut, saling
mengemukakan perspektif kapan masuknya Islam, asal negara, penyebar atau
pembawa Islam ke Nusantara.
1.
Teori
Mekah
Teori
Mekah mengatakan bahwa proses masuknya Islam ke Indonesia adalah langsung dari
Mekah atau Arab. Proses ini berlangsung pada abad pertama Hijriah atau abad
ke-7 M. Tokoh yang memperkenalkan teori ini adalah Haji Abdul Karim Amrullah
atau HAMKA, salah seorang ulama sekaligus sastrawan Indonesia. Hamka
mengemukakan pendapatnya ini pada tahun 1958, saat orasi yang disampaikan pada
dies natalis Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTIN) di Yogyakarta. Ia menolak
seluruh anggapan para sarjana Barat yang mengemukakan bahwa Islam datang ke
Indonesia tidak langsung dari Arab. Bahan argumentasi yang dijadikan bahan
rujukan HAMKA adalah sumber lokal Indonesia dan sumber Arab.
Menurutnya, motivasi awal kedatangan orang
Arab tidak dilandasi oleh nilai nilai ekonomi, melainkan didorong oleh motivasi
spirit penyebaran agama Islam. Dalam pandangan Hamka, jalur perdagangan antara
Indonesia dengan Arab telah berlangsung jauh sebelum tarikh masehi.
Dalam
hal ini, teori HAMKA merupakan sanggahan terhadap Teori Gujarat yang banyak
kelemahan. Ia malah curiga terhadap prasangka-prasangka penulis orientalis
Barat yang cenderung memojokkan Islam di Indonesia. Penulis Barat, kata HAMKA,
melakukan upaya yang sangat sistematik untuk menghilangkan keyakinan
negeri-negeri Melayu tentang hubungan rohani yang mesra antara mereka dengan
tanah Arab sebagai sumber utama Islam di Indonesia dalam menimba ilmu agama.
Dalam pandangan HAMKA, orang-orang Islam di Indonesia mendapatkan Islam dari
orang- orang pertama (orang Arab), bukan dari hanya sekadar perdagangan.
Pandangan HAMKA ini hampir sama dengan Teori Sufi yang diungkapkan oleh A.H.
Johns yang mengatakan bahwa para musafirlah (kaum pengembara) yang telah
melakukan islamisasi awal di Indonesia. Kaum Sufi biasanya mengembara dari satu
tempat ke tempat lainnya untuk mendirikan kumpulan atau perguruan tarekat.
2.
Teori Gujarat
Teori
Gujarat mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari
Gujarat pada abad ke-7 H atau abad ke-13 M. Gujarat ini terletak di India
bagain barat, berdekaran dengan Laut Arab. Tokoh yang menyosialisasikan teori
ini kebanyakan adalah sarjana dari Belanda. Sarjana pertama yang mengemukakan
teori ini adalah J. Pijnapel dari Universitas Leiden pada abad ke 19.
Menurutnya, orang-orang Arab bermahzab Syafei telah bermukim di Gujarat dan
Malabar sejak awal Hijriyyah (abad ke7 Masehi), namun yang menyebarkan Islam ke
Indonesia menurut Pijnapel bukanlah dari orang Arab langsung, melainkan
pedagang Gujarat yang telah memeluk Islam dan berdagang ke dunia timur,
termasuk Indonesia. Dalam perkembangan selanjutnya, teori Pijnapel ini diamini
dan disebarkan oleh seorang orientalis terkemuka Belanda, Snouck Hurgronje.
Menurutnya, Islam telah lebih dulu berkembang di kota-kota pelabuhan Anak Benua
India. Orang-orang Gujarat telah lebih awal membuka hubungan dagang dengan
Indonesia dibanding dengan pedagang Arab. Dalam pandangan Hurgronje, kedatangan
orang Arab terjadi pada masa berikutnya. Orang-orang Arab yang datang ini
kebanyakan adalah keturunan Nabi Muhammad yang menggunakan gelar “sayid” atau
“syarif ” di di depan namanya.
Teori
Gujarat kemudian juga dikembangkan oleh J.P. Moquetta (1912) yang memberikan
argumentasi dengan batu nisan Sultan Malik Al-Saleh yang wafat pada tanggal 17
Dzulhijjah 831 H/1297 M di Pasai, Aceh. Menurutnya, batu nisan di Pasai dan
makam Maulanan Malik Ibrahim yang wafat tahun 1419 di Gresik, Jawa Timur,
memiliki bentuk yang sama dengan nisan yang terdapat di Kambay, Gujarat.
Moquetta akhirnya berkesimpulan bahwa batu nisan tersebut diimpor dari Gujarat,
atau setidaknya dibuat oleh orang Gujarat atau orang Indonesia yang telah
belajar kaligrafi khas Gujarat. Alasan lainnya adalah kesamaan mahzab Syafei
yang di anut masyarakat muslim di Gujarat dan Indonesia.
3.
Teori
Persia
Teori
Persia mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari
daerah Persia atau Parsi (kini Iran). Pencetus dari teori ini adalah Hoesein
Djajadiningrat, sejarawan asal Banten. Dalam memberikan argumentasinya, Hoesein
lebih menitikberatkan analisisnya pada kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang
antara masyarakat Parsi dan Indonesia.
Tradisi
tersebut antara lain: tradisi merayakan 10 Muharram atau Asyuro sebagai hari
suci kaum Syiah atas kematian Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad, seperti yang
berkembang dalam tradisi tabut di Pariaman di Sumatera Barat. Istilah “tabut”
(keranda) diambil dari bahasa Arab yang ditranslasi melalui bahasa Parsi.
Tradisi lain adalah ajaran mistik yang banyak kesamaan, misalnya antara ajaran
Syekh Siti Jenar dari Jawa Tengah dengan ajaran sufi Al-Hallaj dari Persia.
Bukan kebetulan, keduanya mati dihukum oleh penguasa setempat karena
ajaran-ajarannya dinilai bertentangan dengan ketauhidan Islam (murtad) dan
membahayakan stabilitas politik dan sosial. Alasan lain yang dikemukakan
Hoesein yang sejalan dengan teori Moquetta, yaitu ada kesamaan seni kaligrafi
pahat pada batu-batu nisan yang dipakai di kuburan Islam awal di Indonesia.
Kesamaan lain adalah bahwa umat Islam Indonesia menganut mahzab Syafei, sama
seperti kebanyak muslim di Iran.
B.
PERKEMBANGAN
ISLAM DI INDONESIA
Meskipun Islam baru
bisa dikatakan berkembang setelah berdirinya kerajaan Islam, atau setidaknya
ketika ada jalinan hubungan dagang antara saudaga rmuslim dengan pribumi, namun
cara kedatangan Islam dan penyebarannya di Indonesia tidak dilakukan dari saluran
politik atau perdagangan semata.Setidaknya ada enam saluran berkembangnya Islam
di Indonesia(Yatim:201-203). Saluran perkembangan tersebut meliputi saluran perdagangan,
saluran politik, saluran perkawinan, saluran pendidikan,saluran kesenian dan saluran
tasawuf.
1.
Pendekatan perdagangan
Para
pedagang Islam dari Gujarat, Persia dan Arab tinggal selama berbulan-bulan di
Malaka dan pelabuhan-pelabuhan di Indonesia. Mereka menunggu angin musim yang
baik untuk kembali berlayar. Maka terjadilah interaksi atau pergaualan antara
para pedagang tersebut dengan raja-raja, para bangsawan dan masyarakat
setempat. Kesempatan ini digunakan oleh para pedagang untuk menyebarkan agama
Islam.
2.
Pendekatan politik
Masuknya Islam melalui
saluran ini dapat terlihat ketika Samudera Pasai menjadi kerajaan, banyak
sekali penduduk yang memeluk agama Islam.Proses seperti ini terjadi pula di
Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah raja mereka
memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu
tersebarnya Islam di daerah ini. Dari sini dapat dikatakan pula bahwa
kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan yang
bukan muslim untuk memeluk agama Islam.
3.
Pendekatan perkawinan
Tak dapat dipungkiri,
dari sisi ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial yang lebih baik
daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama puteri-puteri
bangsawan, tertarik untuk menjadi istri para pedagang itu. Sebelum prosesi
pernikahan, mereka telah diIslamkan terlebih dahulu, dan setelah mereka
memiliki keturunan, lingkungan kaum muslim semakin luas. Oleh karenanya tidak
heran banyak sekali bermunculan kampung-kampung muslim.
Awalnya kampung ini
berkembang di pesisir pantai, biasanya mereka disebut dengan kampung arab —dan
masih terkenal hingga saat ini. Dalam perkembangan berikutnya, karena ada
wanita yang keturunan bangsawan yang dinikahi oleh pedagang itu, tentu saja
kemudian dapat mempercepat proses islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara
Raden Rahmat atau Sunan Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan
Puteri Kawunganten, Brawijayadengan puteri Campa yang menurunkan Raden Patah,
raja pertama kerajaan Demak, dan lain-lain.
4.
Pendekatan pendidikan
Pada proses ini,
biasanya dilakukan melalui pendidikan-pendidikan yang dilakukan oleh para wali,
ulama, kiai, atau guru agama yang mendidik muridmurid mereka. Tempat yang
paling pesat untuk mengembangkan ajaran Islam adalah di pondok pesantren. Di
tempat itu para santri dididik dan diajarkan pendidikan agama Islam secara
mendalam, sehingga mereka betul-betul menguasai ilmu agama. Setelah lulus dari
pesantren, para santri kembali ke daerah asal untuk kemudian menyebarkan kepada
masyarakat umum pelajaran yang telah mereka peroleh di pesantren.
5.
Pendekatan kesenian
Kesenian
merupakan wahana untuk berdakwah bagi para pemuka agama di Indonesia. Pada
proses ini yang paling terkenal menggunakannya adalah para wali yang
menyebarkan agama Islam di Jawa. Salah satu media pertunjukan yang paling
terkenal melalui pertunjukan wayang. Sunan Kalijaga, penyebar Islam di daerah
Jawa Tengah adalah sosok yang sangat mahir dalam memainkan wayang. Cerita
wayang yang dimainkan berasal dari cerita Ramayana dan Mahabarata yang memang
sudah sangat Tasawuf merupakan
bagian ajaran dari Agama Islam.
Para tokoh tasawuf ini biasanya
memiliki keahlian khusus sehingga dapat menarik penduduk untuk memeluk ajaran
Islam. Keahlian tersebut biasanya termanifestasi dalam bentuk penyembuhan bagi
orang-orang yang terkena penyakit, lalu disembuhkan. Ada juga yang
termanifestasi sebagai kekuatan-kekuatan magic yang memang sudah sangat akrab
dengan penduduk pribumi saat itu terkenal dan
digemari oleh masyarakat. Dalam memainkan wayang, selalu disisipkan
ajaran-ajaran Islam sehingga penduduk pribumi mulai akrab dengan ajaran Islam
melalui media ini. Yang paling manarik dalam pertunjukan ini adalah para
penduduk tidak dipungut biaya ketika mereka menyaksikan pertunjukan wayang,
mereka hanya diminta untuk melantunkan kalimat syahadat, sehingga mereka
akhirnya masuk Islam dan ikut mendalami ajarannya.
6.
Pendekatan tasawuf
Tasawuf
merupakan bagian ajaran dari Agama Islam. Para tokoh tasawuf ini
biasanya memiliki keahlian khusus sehingga dapat
menarik penduduk untuk memeluk ajaran Islam. Keahlian tersebut biasanya termanifestasi
dalam bentuk penyembuhan bagi orang-orang yang terkena penyakit, lalu disembuhkan.
Ada juga yang termanifestasi sebagai kekuatan-kekuatan magic yang memang sudah
sangat akrab dengan penduduk pribumi saat itu.
C.
KERAJAAN-KERAJAAN
ISLAM DI INDONESIA
Dari berbagai proses tersebut, Indonesia kemudian
menjadi negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Pada perkembangannya
ajaran Islam disalurkan melalui berbagai kerajaan yang berkembang di Indonesia.
Kerajaan Islam yang pertama ada dan berkembang adalah kerajaan Samudera Pasai,
dengan raja pertamanya yang bernama Sultan Malik al-Saleh (1297 M/696 H).
Kerajaan ini terletak di pesisir timur laut Aceh. Selain Samudera Pasai, di
Aceh juga ada kerajaan Aceh Darussalam, yang berdiri di atas kerajaan Lamuri.
Di Jawa kerajaan Islam
yang pertama adalah kerajaan Demak, yang dipimpin oleh raja pertamanya, Raden
Patah. Kemudian ada pula kerajaan Pajang yang dipimpinoleh Jaka Tingkir.
Kerajaan ini berdiri setelah meninggalnya sultan Demak tahun 1546 M. Ada pula
kerajaan Mataram yang dipimpin pertamakali oleh Senopati.
Kemudian kerajaan Cirebon yang didirikan oleh Sunan
Gunung Jati. Selain di Sumatera dan Jawa, kerajaan Islam juga tumbuh di tempat
lain di nusantara, seperti Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Di Kalimantan ada kerajaan
Banjar (Kalimantan Selatan), Kerajaan Kutai (Kalimantan Timur). Di Sulawesi ada
kerajaan Gowa-Tallo, dengan sultan Alauddin (1591-1636) sebagai raja Islam yang
pertama. Selain Gowa-Tallo, di Sulawesi ada kerajaan Bone, Wajo, Soppeng dan
Luwu). Mereka juga menerima Islam pada awal abad 17 M. Sementara itu di Maluku
ada kerajaan Ternate yang memeluk Islam sekitar tahun 1460 dengan pimpinan
seorang raja yang bernama Vongi Tidore.
1.
Kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan Samudra Pasai
merupakan kerajaan Islam yang pertama kali tercatat sebagai kerajaan Islam di
Nusantara. Secara pasti, mengenai awal dan tahun berdirinya kerajaan ini belum
diketahui secara pasti. Akan tetapi menurut pendapat Hasyimi, berdasarkan
naskah tua yang berjudul Izhharul Haq yang ditulis oleh Al-Tashi dikatakan
bahwa sebelum Samudra Pasai berkembang, sudah ada pusat pemerintahan Islam di
Peureula (Perlak) pada pertengahan abad ke-9. Perlak berkembang sebagai pusat
perdagangan, tetapi setelah keamanannya tidak stabil maka banyak pedagang yang
mengalihkan kegiatannya ke tempat lain yakni ke Pasai, akhirnya Perlak
mengalami kemunduran.
Dengan kemunduran Perlak, maka tampillah seorang
penguasa lokal yang bernama Marah Silu dari Samudra yang berhasil mempersatukan
daerah Samudra dan Pasai. Dan kedua daerah tersebut dijadikan sebuah kerajaan dengan
nama Samudra Pasai.
Kerajaan Samudra Pasai terletak di Kabupaten
Lhokseumauwe, Aceh Utara, yang berbatasan dengan Selat Malaka.
2.
Kerajaan Demak
Sebelum dikenal dengan
nama Demak, daerah tersebut dikenal dengan nama
Bintoro atau Gelagahwangi yang merupakan daerah
kadipaten di bawah kekuasaan Majapahit. Kadipaten Demak tersebut dikuasai oleh
Raden Patah salah seorang keturunan Raja Brawijaya V (Bhre Kertabumi) yaitu
raja Majapahit. Dengan berkembangnya Islam di Demak, maka Demak dapat berkembang
sebagai kota dagang dan pusat penyebaran Islam di pulau Jawa.
Hal ini dijadikan
kesempatan bagi Demak untuk melepaskan diri dengan melakukan penyerangan
terhadap Majapahit. Setelah Majapahit hancur maka Demak berdiri sebagai
kerajaan Islam pertama di pulau Jawa dengan rajanya yaitu Raden Patah. Kerajaan
Demak secara geografis terletak di Jawa Tengah dengan pusat pemerintahannya di daerah
Bintoro di muara sungai Demak, yang dikelilingi oleh daerah rawa yang luas di
perairan Laut Muria. (sekarang Laut Muria sudah merupakan dataran rendah yang
dialiri sungai Lusi). Bintoro sebagai pusat kerajaan Demak terletak antara
Bergola dan Jepara, di mana Bergola adalah pelabuhan yang penting pada masa
berlangsungnya kerajaan Mataram (Wangsa Syailendra), sedangkan Jepara akhirnya berkembang
sebagai pelabuhan yang penting bagi kerajaan Demak.
3.
Kerajaan Banten
Seperti yang telah
dijelaskan pada uraian materi tentang kerajaan Demak, bahwa daerah ujung barat
pulau Jawa yaitu Banten dan Sunda Kelapa dapat direbut oleh Demak, di bawah
pimpinan Fatahillah. Untuk itu daerah tersebut berada di bawah kekuasaan Demak.
Setelah Banten diislamkan oleh Fatahillah maka daerah Banten diserahkan kepada
putranya yang bernama Hasannudin, sedangkan Fatahillah sendiri menetap di
Cirebon, dan lebih menekuni hal keagamaan. Dengan diberikannya Banten kepada
Hasannudin, maka Hasannudin meletakkan dasardasar
pemerintahan kerajaan Banten dan mengangkat dirinya
sebagai raja pertama, memerintah tahun 1552 – 1570.
Lokasi kerajaan Banten
terletak di wilayah Banten sekarang, yaitu di tepi Timur Selat Sunda sehingga
daerahnya strategis dan sangat ramai untuk perdagangan nasional. Pada masa
pemerintahan Hasannudin, Banten dapat melepaskan diri dari kerajaan Demak,
sehingga Banten dapat berkembang cukup pesat dalam berbagai bidang kehidupan.
4.
Kerajaan Mataram
Pada awal perkembangannya kerajaan
Mataram adalah daerah kadipaten yang dikuasai oleh Ki Gede Pamanahan. Daerah
tersebut diberikan oleh Pangeran Hadiwijaya (Jaka Tingkir) yaitu raja Pajang kepada
Ki Gede Pamanahan atas jasanya membantu mengatasi perang saudara di Demak yang
menjadi latar belakang munculnya kerajaan Pajang. Ki Gede Pamanahan memiliki
putra bernama Sutawijaya yang juga mengabdi kepada raja Pajang sebagai komando
pasukan pengawal raja. Setelah Ki Gede Pamanahan meninggal tahun 1575, maka
Sutawijaya menggantikannya sebagai adipati di Kota Gede tersebut. Setelah
pemerintahan Hadiwijaya di Pajang berakhir, maka kembali terjadi perang saudara
antara Pangeran Benowo putra Hadiwijaya dengan Arya Pangiri, Bupati Demak yang
merupakan keturunan dari Raden Trenggono.
Akibat
dari perang saudara tersebut, maka banyak daerah yang dikuasai Pajang
melepaskan diri, sehingga hal inilah yang mendorong Pangeran Benowo meminta
bantuan kepada Sutawijaya. Atas bantuan Sutawijaya tersebut, maka perang
saudara dapat diatasi dan karena ketidakmampuannya maka secara sukarela
Pangeran Benowo menyerahkan takhtanya kepada Sutawijaya. Dengan demikian
berakhirlah kerajaan Pajang dan sebagai kelanjutannya muncullah kerajaan
Mataram. Lokasi kerajaan Mataram tersebut di Jawa Tengah bagian Selatan dengan
pusatnya di kota Gede yaitu di sekitar kota Yogyakarta sekarang.
5.
Kerajaan Gowa-Tallo
Di Sulawesi Selatan pada abad 16
terdapat beberapa kerajaan di antaranya Gowa, Tallo, Bone, Sopeng, Wajo dan
Sidenreng. Masing-masing kerajaan tersebut membentuk persekutuan sesuai dengan
pilihan masing-masing. Salah satunya adalah kerajaan Gowa dan Tallo membentuk
persekutuan pada tahun 1528, sehingga melahirkan suatu kerajaan yang lebih
dikenal dengan sebutan kerajaan Makasar. Nama Makasar sebenarnya adalah ibukota
dari kerajaan Gowa dan sekarang masih digunakan sebagai nama ibukota propinsi Sulawesi
Selatan. Secara geografis, daerah Sulawesi Selatan memiliki posisi yang sangat strategis,
karena berada di jalur pelayaran (perdagangan Nusantara). Bahkan daerah Makasar
menjadi pusat persinggahan para pedagang baik yang berasal dari Indonesia Timur
maupun yang berasal dari Indonesia Barat. Dengan posisi strategis tersebut maka
kerajaan Makasar berkembang menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas jalur
perdagangan Nusantara.
6.
Kerajaan Ternate-Tidore
Kerajaan Ternate dan Tidore terletak di kepulauan
Maluku. Maluku adalah kepulauan yang terletak di antara Pulau Sulawesi dan
Pulau Irian. Jumlah pulaunya ratusan dan merupakan pulau yang bergunung-gunung
serta keadaan tanahnya subur. Keadaan Maluku yang subur dan diliputi oleh hutan
rimba, maka daerah Maluku terkenal sebagai penghasil rempah seperti cengkeh dan
pala. Cengkeh dan pala merupakan komoditi perdagangan rempah-rempah yang terkenal
pada masa itu, sehingga pada abad 12 ketika permintaan akan rempah-rempah
sangat meningkat, maka masyarakat Maluku mulai mengusahakan perkebunan dan tidak
hanya mengandalkan dari hasil hutan. Perkebunan cengkeh banyak terdapat di
Pulau Buru, Seram dan Ambon. Dalam rangka mendapatkan rempah-rempah tersebut,
banyak pedagangpedagang yang datang ke Kepulauan Maluku. Salah satunya adalah
pedagang Islam dari Jawa Timur. Dengan demikian melalui jalan dagang tersebut
agamaIslam masuk ke Maluku, khususnya di daerah-daerah perdagangan seperti
Hitu
di Ambon, Ternate dan Tidore.
Selain melalui perdagangan, penyebaran Islam di
Maluku dilakukan oleh para Mubaligh (Penceramah) dari Jawa, salah satunya
Mubaligh terkenal adalah Maulana Hussain dari Jawa Timur yang sangat aktif
menyebarkan Islam di maluku sehingga pada abad 15 Islam sudah berkembang pesat
di Maluku. Dengan berkembangnya ajaran Islam di Kepulauan Maluku, maka rakyat
Maluku baik dari kalangan atas atau rakyat umum memeluk agama Islam, sebagai contohnya
Raja Ternate yaitu Sultan Marhum, bahkan putra mahkotanya yaitu Sultan Zaenal
Abidin pernah mempelajari Islam di Pesantren Sunan Giri, Gresik, Jawa Timur sekitar
abad 15. Dengan demikian di Maluku banyak berkembang kerajaan-kerajaan Islam. Dari
sekian banyak kerajaan Islam di Maluku, kerajaan Ternate dan Tidore merupakan
dua kerajaan Islam yang cukup menonjol peranannya, bahkan saling bersaing untuk
memperebutkan hegemoni (pengaruh) politik dan ekonomi di kawasan tersebut.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Islam datang ke Indonesia ketika
pengaruh Hindu dan Buddha masih kuat. Kala itu, Majapahit masih menguasai
sebagian besar wilayah yang kini termasuk wilayah Indonesia. Masyarakat
Indonesia berkenalan dengan agama dan kebudayaan Islam melalui jalur
perdagangan, sama seperti ketika berkenalan dengan agama Hindu dan Buddha.
Melalui aktifitas niaga, masyarakat Indonesia yang sudah mengenal Hindu-Buddha
lambat laun mengenal ajaran Islam. Persebaran Islam ini pertama kali terjadi
pada masyarakat pesisir laut yang lebih terbuka terhadap budaya asing. Setelah
itu, barulah Islam menyebar ke daerah pedalaman dan pegunungan melalui
aktifitas ekonomi, pendidikan, dan politik.
Proses masuknya agama Islam ke Indonesia
tidak berlangsung secara revolusioner, cepat, dan tunggal, melainkan
berevolusi, lambat-laun, dan sangat beragam. Dan dalam perkembangan selanjutnya
bermunculan banyak kerajaan-kerajaan islam di Indonesia seperti samudera pasai
dan kerajaan-kerajaan islam lainnya.
B.
Saran
Kami sebagai pembuat makalah bukanlah makhluk yang
sempurna. Apabila ada kalimat yang tidak berkenan pada tempatnya. Kami berharap
kritik dan saran dari Bapak pembimbing dan rekan mahasiswa/i sekalian yang
bersifat membangun agar kami bisa membuat makalah yang lebih baik pada waktu
yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik (ed.).1991.Sejarah Umat Islam Indonesia. Jakarta: Majelis Ulama Indonesia.
Badri, Yatim. 2000. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada Poesponegoro,
Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto.1993. Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Soekmono, R.1973.Pengantar
Sejarah Kebudayaan Indonesia, Jilid 2 dan 3. Yogyakarta: Kanisius.
Sudarmanto.Y.B..1996.Jejak-Jejak Pahlawan dari Sultan Agung Hingga Syekh Yusuf. Jakarta:
Grasindo.
Suryanegara, Ahmad Mansur. 1996. Meneruskan Sejarah – Wacana Pergerakan Islam
di Indonesia. Bandung: Mizan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar