Minggu, 01 Juni 2014

MAKALAH PSIKOLOGI BELAJAR


BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Telah dikatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang menimbulkan terjadinya suatu perubahan atau pembaharuan dalam tingkah laku atau kecakapan. Perubahan yang terjadi itu sebagai akibat dari kegiatan belajar yang telah dilakukan individu, perubahan ini adalah hasil yang telah dicapai dari proses belajar, untuk mendapatkan hasil belajar dalam bentuk perubahan harus melalui proses tertentu yang dipengaruhi oleh faktor dan dalam individu dan diluar individu, proses ini tidak dapat dilihat karena bersifat psikologis, kecuali bila terjadi dalam diri seseorang hanya dapat disimpulkan dari hasilnya, karena aktifitas belajar yang telah dilakukan.
B.      Rumusan Masalah
·         Faktor Eksternal Siswa
·         Faktor Internal Siswa
·         Fakor Pendekatan Belajar

BAB II
PEMBAHASAN
A.    FAKTOR INTERNAL SISWA
1.      Faktor Fisiologis
Faktor-faktor fisiologis adalah factor-factor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam :
a.      Keadaan jasmani
 Keadaan jasmani pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh karena itu keadaan tonus jasmani sangat memengaruhi proses belajar , maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani.  
b.      Keadaan fungsi jasmani
Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar, terutama panca indra.[1] Panca indra yang berfunsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula. Dalam proses belajar, merupakan pintu  masuk bagi segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia. Sehingga manusia dapat menangkap dunia luar. Panca indra yang memiliki peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan telinga. Oleh karena itu, baik guru maupun siswa perlu menjaga panca indra dengan baik. Dengan menyediakan sarana belajar yang memenuhi persyaratan, memeriksakan kesehatan fungsi mata dan telinga secara periodic, mengonsumsi makanan yang bergizi , dan lain sebagainya.
2.       Faktor Psikologis

Faktor psikologis yang mempengaruhi keberhasilan belajar ini meliputi segala hal yang berkaitan dengan kondisi mental seseorang. Kondisi mental yang dapat menunjang keberhasilan belajar adalah kondisi mental yang mantap dan stabil. [2]
Beberapa factor psikologis yang utama memngaruhi proses belajar adalah :
a.      Kecerdasan /Intelegensi Siswa
Intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menhadapi dan menyesuaikan kedalam situasi baru dengan cepat dan efektif, mengetahui atau konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Intelegensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar dalam situasi yang sama, siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang rendah.
Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik  dalam mereaksikan rangsaganan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan dmikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh lainnya. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena fungsi otak itu sebagai organ pengendali tertinggi (executive control) dari hamper seluruh aktivitas manusia.
b.      Motivasi
Motivasi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat. Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang.[5]
Dari segi sumbernya motivasi dibagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca tidak hanya menjadi aktifitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah mejadi kebutuhannya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik memiliki pengaruh yang efektif, karena motivasi intrinsik relatif lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi dari luar(ekstrinsik).
Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar diri individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untuk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, teladan guru, orang tua, dan lain sebagainya. Kurangnya respons dari lingkungan secara positif akan mempengaruhi semangat belajar seseorang menjadi lemah. 
c.       Minat
Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber Syah, minat bukanlah istilah yang popular dalam psikologi disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai faktor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, moativasi, dan kebutuhan.[3]
Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dihadapainya atau dipelajaranya.
Untuk membangkitkan minat belajar tersebut, banyak cara yang bisa digunakan. Antara lain, pertama, dengan membuat materi yang akan dipelajari semenarik mungkin dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku materi, desain pembelajaran yang membebaskan siswa mengeksplor apa yang dipelajari, melibatkan seluruh domain belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, maupun performansi guru yang menarik saat mengajar. Kedua, pemilihan jurusan atau bidang  studi. Dalam hal ini, alangkah baiknya jika jurusan atau bidang studi dipilih sendiri oleh siswa sesuai dengan minatnya.
d.      Sikap
Dalam proses belajar, sikap individu dapat memengaruhi keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang mendimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dangan cara yang relative tetap terhadap obyek, orang, peristiwa dan sebaginya, baik secara positif maupun negatif.
Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengantisipasi munculnya sikap yang negatif dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru yang professional dan bertanggungjawab terhadap profesi yang dipilihnya. Dengan profesionalitas, seorang guru akan berusaha memberikan yang terbaik bagi siswanya, berusaha mengembangkan kepribadian sebagai seorang guru yang empati, sabar, dan tulus kepada muridnya, berusaha untuk menyajikan pelajaran yang dia punya dengan baik dan menarik sehingga membuat siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan, meyakinkan siswa bahwa bidang studi yang dipelajari bermanfaat bagi diri siswa.
e.       Bakat
Faktor psikologis lain yang memengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara umum, bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan dating. Berkaitan dengan belajar, Slavin (1994) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimilki seorang siswa untuk belajar.[4]Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorang menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil.
Pada dasarnya setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu, bakat juga diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa tergantung upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah mempunyai bakat tertentu, akan lebih mudah menyerap informasi yang berhubungan dengan bakat yang dimilikinya. Misalnya, siswa yang berbakat dibidang bahasa akan lebih mudah mempelajari bahasa-bahasa yang lain selain bahasanya sendiri.
Karena belajar juga dipengaruhi oleh potensi yang dimilki setiap individu, maka para pendidik, orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan memahami bakat yang dimilki oleh anaknya atau peserta didiknya, anatara lain dengan mendukung, ikut mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya.
f.        Perhatian
Tentulah dapat diterima bahwa subjek didik yang memberikan perhatian intensif dalam belajar akan memetik hasil yang lebih baik. Perhatian intensif ditandai oleh besarnya kesadaran yang menyertai aktivitas belajar. Perhatian intensif subjek didik ini dapat dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran tertentu, seperti menyediakan material pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan subjek didik, menyajikan material pembelajaran dengan teknik-teknik yang bervariasi dan kreatif, seperti bermain peran (role playing), debat dan sebagainya.
Strategi pembelajaran seperti ini juga dapat memancing perhatian yang spontan dari subjek didik. Perhatian yang spontan dimaksudkan adalah perhatian yang tidak disengaja, alamiah, yang muncul dari dorongan-dorongan untuk mengetahui sesuatu, seperti kecendrungan untuk mengetahui apa yang terjadi di balik keributan di samping rumah, dan lain-lain. Beberapa hasil penelitian psikologi menunjukkan bahwa perhatian spontan cendrung menghasilkan ingatan yang lebih lama dan intensif dari pada perhatian yang disengaja.
g.      Pengamatan
Pengamatan adalah cara pengenalan dunia oleh subjek didik melalui penglihatan, pendengaran, perabaan, pembauan dan pengecapan. Pengamatan merupakan gerbang bagi masuknya pengaruh dari luar ke dalam individu subjek didik, dan karena itu pengamatan penting artinya bagi pembelajaran.
Untuk kepentingan pengaturan proses pembelajaran, para pendidik perlu memahami keseluruhan modalitas pengamatan tersebut, dan menetapkan secara analitis manakah di antara unsur-unsur modalitas pengamatan itu yang paling dominan peranannya dalam proses belajar. Kalangan psikologi tampaknya menyepakati bahwa unsur lainnya dalam proses belajar. Dengan kata lain, perolehan informasi pengetahuan oleh subjek didik lebih banyak dilakukan melalui penglihatan dan pendengaran.
h.      Ingatan
Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni (1) menerima  kesan, (2) menyimpan kesan, dan (3) memproduksi kesan. Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan.[5] Kecakapan merima kesan sangat sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan inilah, subjek didik mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya.
Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya teknik pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai dengan penampilan bagan, ikhtisar dan sebagainya kesannya akan lebih dalam pada subjek didik. Di samping itu, pengembangan teknik pembelajaran yang mendayagunakan “titian ingatan” juga lebih mengesankan bagi subjek didik, terutama untuk material pembelajaran berupa rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu. Contoh kasus yang menarik adalah mengingat nama-nama kunci nada g (gudeg), d (dan), a (ayam), b (bebek) dan sebagainya.
i.        Berfikir
Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam diri seseorang yang berupa pengertian-perngertian. Dari gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses psikologis dengan tahapan-tahapan berikut : (1) pembentukan pengertian, (2) penjalinan pengertian-pengertian, dan (3) penarikan kesimpulan.[6]
Kemampuan berfikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia yang lahir dalam keadaan normal akan dengan sendirinya memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang reletif berbeda. Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam proses pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan ini, dan bukannya melemahkannya. Para pendidik yang memiliki kecendrungan untuk memberikan penjelasan yang “selengkapnya” tentang satu material pembelajaran akan cendrung melemahkan kemampuan subjek didik untuk berfikir. Sebaliknya, para pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada pemberian pengertian-pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong subjek didiknya mengembangkan kemampuan berfikir mereka. Pembelajaran seperti ni akan menghadirkan tentangan psikologi bagi subjek didik untuk merumuskan kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri.
j.        Motif
Motif adalah keadaan dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam ini sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif intrinsik. Misalnya, seorang subjek didik gemar membaca karena dia memang ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu.
Dalam konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih baik, dan biasanya berjangka panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial pada subjek didik, pendidik perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik. Motif ini, umpamanya, bisa dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di antara individu maupun kelompok subjek didik. Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk berjuang atau berlomba melebihi yang lain.Namun demikian, pendidik harus memonitor suasana ini secara ketat agar tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif.
Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat “self competition”, yakni menghadirkan grafik prestasi individual subjek didik. Melalui grafik ini, setiap subjek didik dapat melihat kemajuan-kemajuannya sendiri. Dan sekaligus membandingkannya dengan kemajuan yang dicapai teman-temannya. Dengan melihat grafik ini, subjek didik akan terdorong untuk meningkatkan prestasinya supaya tidak berada di bawah prestasi orang lain.
B.     FAKTOR EKSTERNAL SISWA
1.      Lingkungan Sosial
a.       Lingkungan sekolah
Lingkungan sekolah sangat diperlukan untuk menentukan keberhasilan belajar siswa, seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik di sekolah. Perilaku yang simpatik dan dapat menjadi teladan seorang guru atau administrasi dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk belajar. Hal yang paling mempengaruhi keberhasilan belajar para siswa disekolah mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, pelajaran, waktu sekolah, tata tertib atau disiplin yang ditegakkan secara konsekuen dan konsisten.[7]
b.      Lingkungan sosial masyarakat
Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa. Seorang siswa hendaknya dapat memilih lingkungan masyarakat yang dapat menunjang keberhasilan belajar. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajarsiswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilkinya. Lingkungan yang dapat menunjang keberhasilan belajar diantaranya adalah, lembaga-lembaga pendidikan nonformal, seperti kursus bahasa asing, bimbingan tes, pengajian remaja dan lain-lain.
c.       Lingkungan sosial keluarga
Faktor lingkungan rumah atau keluarga ini merupakan lingkungan pertama dan utama pula dalam menentukan keberhasilan belajar seseorang. Suasana lingkungan rumah yang cukup tenang, adanya perhatian orangtua terhadap perkembangan proses belajar dan pendidikan anak-anaknya maka akan mempengaruhi keberhasilan belajarnya. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga, semuannya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan antara anggota keluarga, orang tua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.
2.      Lingkungan non sosial
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah:
a.       Lingkungan alamiah
 seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dan tenang. Lingkungan alamiah tersebut merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses belajar siswa akan terlambat.
b.      Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa)
 Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa begitu juga dengan metode mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi siswa.
C.    FAKTOR PENDEKATAN BELAJAR
Pendekatan belajar dapat dipahami sebagai segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran materi tertentu. strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasioanal yang direkayasi sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar tertentu (Lawson : 1991).
disamping fakor-fakor eksternal dan internal siswa sebagaimana yang telah dipaparkan dimuka factor pendekatan belajar yang berpengaruh terhadap taraf keberhasilan proses pembelajaran siswa tersebut. seorang siswa yang terbiasa mengaplikasikan pendekatan belajar deep, misalnya mungkin sekali berpeluang untuk meraih prestasi belajar yang bermutu daripada siswa yang menggunakan pendekatan belajar surface atau reproduktif.

BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
            Hasil belajar yang didapatkan oleh seorang siswa sebenarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya :
1.      Fisiologis, meliputi keadaan jasmani dan keadaan fungsi jasmani.
2.       Psikologis, terdiri dari kecerdasan, motivasi, minat, bakat, perhatian, ingatan, pengamatan, berfikir dan motif.
3.      Lingkungan, baik sosial maupun non sosial
4.      Pendekatan belajar
B.     Saran
 Dalam penulisan makalah ini, masih banyak kekurangan kekurangan maka dari itu, penulis mengharapkan semoga para pembaca bisa memberikan masukan kepada penulis. Semoga makalah ini dipergunakan sebaik-baiknya.

DAFTAR PUSTAKA
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka .
Nana Syaodih Sukmadinata.2007. Lansadan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung : Remaja Rosda Karya.
Abdil Rahman Sholeh. 2008. Psikologi Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam. Jakarta: Recana Cet.III.
Muhibbin Syah. 2008. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.



[1] Abdil Rahman Sholeh. Psikologi Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam. 2008 (Jakarta:Recana), cet.III, hal 221
[2] Muhibbin Syah.Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru.2008.(Bandung:PT Remaja Rosdakarya).
[3] Slameto, Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya,(Jakarta: Rineka Cipta,2003. hal.70

[4] Nana Syaodih Sukmadinata. Lansadan Psikologi Proses Pendidikan.2007.(Bandung:Rosda).170
[5] Nana Syaodih Sukmadinata. Lansadan Psikologi Proses Pendidikan.2007.(Bandung:Rosda).176
[6] Abdil Rahman Sholeh,Psikologi Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam.2008(Jakarta:Recana), cet.III. 230
[7] Slameto, Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya,(Jakarta: Rineka Cipta, 2003),hal 64.

MAKALAH PSIKOLOGI PERKEMBANGAN : MASA BAYI



BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan bayi merupakan suatu hal yang penuh teka-teki dan pertanyaan karena bayi terlihat bagai makhluk yag perilaku umumnya tampak tidak terorgaisasi, ia akan menangis ketika merasa tidak nyaman dan tidak aman. Serta hanya terdiam saja ketika sebaliknya. Hal itu membuat orang bertanya-tanya sebenarnya hal apa saja yang bias ia lakukan apakah dengan terdiamnya serta kebiasaanya yang selalu tidur hingga 16-17 jam per hari bayi juga bias melihat, mendengar dan merasakan  rangsangan dari sekitarnya.
Sang ibu biasanya memliki permasalahan komunikasi degan bayinya. Ibu ingin  memenuhi kenyamana dan keiginan bayi sepenuhnya namun kadang kita tidak tau apa maksud dari tangisan bayi. Dalam makalah ini akan membahas mengenai bagaimana sebenarnya pertumbuhan dan perkembangan bayi tersebut. Sehingga kita dapat memahami bagaimana dunia sang bayi tersebut dimana hal tersebut akan mendorong perkembangan dan pertumbuhan bayi secara optimal.
B. Rumusan Masalah
·         Perkembangan fisik
·         Perkembangan kognitif
·         Perkembangan psikososial

BAB II
PEMBAHASAN
PERKEMBANGAN MASA BAYI
A.    PERKEMBANGAN FISIK
1.      Tinggi dan berat
Pada saat dilahirkan panjang rata-rata bayi adalah 20 inchi atau 50 cm dengan berat badan 3,4 kg. dibandingkan dengan ukuran tubuh orang dewasa, panjang lebih dekat dari beratnya : panjang bayi yang 20 inci menunjukkan lebih dari seperempat  tinggi orang dewasa ,sedangkan 3,4 kg beratnya menunjukkan hanya bagian kecil dari berat badan orang dewasa (seifert & hoffnung, 1994). [1]
Sedangkan  Bayi yang baru lahir kehilangan 5-7% berat tubuh meraka, segera setelah bayi menyesuaikan diri dangan mengisap, menelan dan mencerna mereka bertumbuh cepat dan memperoleh berat kira-kira 5-6 ons per minggunya selama bulan pertama pada bulan ke empat berat badan mereka naik mencapai hampir tiga kali lipat dari berat mereka ketika hari pertama kelahiran.
2.      Perkembangan Refleks
Pada masa bayi, terlihat gerakan-gerakan spontan, yang di sebut reflex. refleks adalah gerakan –gerakan bayi yang bersifat otomatis dan tidak terakodinir sebagai reaksi terhadap rangsangan tertentu serta memberi bayi respons penyesuaian diri terhadap lingkungannya.
Sifat-sifat refleks itu meliputi:
Refleks mengisap; terjadi ketika bayi yang baru lahir secara otomatis mengisap benda yang ditempatkan di mulut mereka.
Refleks mencari; terjadi ketika bayi itu disentuh pipinya maka ia akan memalingkan kepala ke arah benda yang menyentuhnya.
Refleks moro; adalah suatu respon tiba-tiba pada bayi yang baru lahir akibat suara atau gerakan yang mengejutkannya. Bayi tersebut akan melengkungkan punggungnya, melemparkan kepalanya ke belakang dan merentangkan lengan dan kakinya.
Refleks menggenggam; yang terjadi ketika sesuatu menyentuh telapak tangan bayi. Bayi merespon dengan cara menggenggam kuat.
3.      rangkaian tingkah laku dan keadaan bayi
perkembangan refleks dan fungsi motorik pada bayi kemudian memunculkan serangkaian tingkah  laku yang lebih kompleks. dengan tingkah laku tersebut telah memungkinkan bayi sebagai makhluk biologis dapat bertahan hidup. menurut Lerner & Hultsch (1983), tingkah laku tersebut meliputi :  pola tidur dan pola bangun, tingkah laku teoileting dan tingkah laku makan dan minum. [2]
4.      perkembangan keterampilan motorik
Perkembangan motorik sangat dipengaruhi oleh organ otak. Otak lah yang mensetir setiap gerakan yang dilakukan anak.Semakin matangnya perkembangan system syaraf otak yang mengatur otot m,emungkinkan berkembangnya kompetensi atau kemampuan motorik anak. Perkembangan motorik anak dibagi menjadi dua:
1. Keterampilan motorik kasar meliputi kegiatan otot-otot besar seperti menggerakkan lengan dan berjalan.
2. Keterampilan motorik halus atau keterampilan manipulasi meliputi gerakan-gerakan menyesuaikan secara lebih halus, seperti ketangakasan jari.
Kemampuan motorik merepresentasikan keinginan anak. Misalnnya ketika anak melihat mainan dengan beraneka ragam, anak mempersepsikan dalam otaknnya bahwa dia ingin memainkannya. Persepsi tersebut memotivasi anak untuk melakukan sesuatu, yaitu bergerak untuk mengambilnya. Akibat gerakan tersebut, anak berhasil mendapatkan apa yang di tujunya yaitu mengambil mainan yang menarik baginya.[3]
Teori tersebut pun menjelaskan bahwa ketika bayi di motivasi untuk melakukan sesuatu, mereka dapat menciptakan kemampuan motorik yang baru, kemampuan baru tersebut merupakan hasil dari banyak factor, yaitu perkembangan system syaraf, kemampuan fisik yang memungkinkannya untuk bergerak, keinginan anak yang memotivasinya untuk bergerak dan juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan.
Selain berkaitan erat dengan fisik dan intelektual anak, kemampuan motorik pun berhubungan dengan aspek psikologis anak.
5.      perkembangan sensori
Bayi yang baru lahir telah dilengkapi dengan peralatan yang dirancang sedemikian rupa untuk mengumpulkan informasi. alat-alat yang berfungsi untuk untuk menangkap informasi inilah yang disebut dengan indra (sense) atau sistem sensorik.jadi, semua informasi yang datang kepada bayi adalah melalui indra. tanpa penglihatan, pendengaran, sentuhan, kecapan, ciuman dan indra lain otak bayi akan terkucil dari dunia : bayi akan hidup dalam kebisuan, kegelapan, tanpa rasa, tanpa warna dan kehampaan yang kekal.
dengan demikian, indra-indra berfungsi mendeteksi, menstranduksi dan meneruskan semua informasi yang datang padanya. setiap indra mempunyai satu unsur deteksi yang disebut sebagai reseptor (penerima) yaitu satu sel yang khusus yang hanya memberikan respons terhadap jenis rangsangan yang tertentu saja (Davidoff, 1988). sensasi (pengindraan) terjadi jika sekumpulan informasi mengadakkan kontak dengan penerima sensor, seperti mata, telinga, lidah hidung dan kulit. [4]
6.      perkembangan otak
Pada waktu bayi masih berada dalam kandungan ibunya, badannya telah membentuk sekitar 1.5 milyar sel-sel saraf per menit. jadi pada saat dilahirkan bayi kemungkinan telah memiliki semua sel-sel otak yang akan dimilikinya sepanjang hidupnya. akan tetapi, sel-sel otak tersebut belum matang dan jaringan urat saraf masih lemah. oleh sebab itu, segera setelah lahir hingga usia 2 tahun, sel-sel otak yang belum matang dan jaringan urat saraf yang masih lemah it uterus tumbuh dengan cepat dan dramatis mencapai kematangan. [5]
B.     PERKEMBANGAN KOGNITIF
Perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan manusia yang berkaitan dengan pengertian (pengetahuan), yaitu semua proses psikologi yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya.
1.      perkembanngan kognitif menurut pandangan piaget
Dalam pandangan Piaget tahap-tahap perkembangan pemikiran dibedakan atas empat tahap, yaitu tahap pemikiran sensorik-motorik, praoperasional, operasional-konktret, operasional formal.
Pemikiran bayi termasuk kedalam pemikiran sensorik motorik, tahap sensorik motorik belangsung ari kelahiran hingga kira-kira berumur 2 tahun. Selama tahap ini berkembangan mental di tandai dengan perkembangan pesat dengan kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan mengkordinasikan sensasi melalui gerakan-gerakan dan tindakan-tindakan fisik dalam hal ini bayi yang baru lahir bukan saja menerima secara pasif rangsangan-rangsangan terhadap alat-alat inderanya, melainkan juga aktif memberikan respons terhadap rangsangan tersebut, yakni melalui gerak-gerak refleks. Pada akhir tahap ini ketika anak berusia 2 tahun, pola-pola sensorik motoriknya semakin komplek dan mulai mengadopsi suatu sistem simbol yang primitive. Misalnya, anak usia 2 tahun dapat membayangkan sebuah mainan dan memanipulasinya dengan tangannya sebelum mainan tersebut benar-benar ada.
2.      perkembangan kognitif menurut pandangan kontemporer
Pandangan-pandangan kontemporer tentang perkembangan kognitif mendapapat sokongan yang penting dalam para pakar psikologi pemrosesan informasi. kalau piaget meyakini bahwa perkembangan kognitif bayi baru tercapai pada pertengahan tahun kedua, maka para pakar psikoogi pemrosesan informasi percaya bahwa perkembangan kognitif seperti kemampuan dalam memberikan perhatian, menciptakan simbolisasi, meniru dan kemampuan konseptual telah dimiliki bayi lebih awal.[6]
3.      perkembangan persepsi
Secara singkat, perkembangan persepsi yang diyakini oleh para peneliti ialah bahwa bayi-bayi melihat benda berdiri sendiri, satu, kokoh dan terpisah dari lingkungan sekitarnya, ada kemungkinan hal ini terjadi pada saat lahir atau segera sesudahnya, tetapi secara pasti hal ini terjadi pada usia 3 hingga 4 bulan. Bayi-bayi kecil masih harus belajar banyak tetapi dunia sekitarnya tampak stabil dan teratur bagi mereka dan oleh karena itu, dunia sekitar mereka dapat mereka “rumuskan“.
4.      perkembangan konsepsi
Penelitian baru-baru ini tentang perkembangan persepsi dan konsepsi bayi menunjukkan bahwa bayi mempunyai kemampuan persepsi yang lebih canggih dan dapat memulai berpikir jauh lebih awal dibandingkan dengan apa yang dibayangkan oleh Piaget.
5.      perkembangan memori
Memori (memory) ialah unsur pusat perkembangan kognitif yang memuat seluruh informasi yang di dalamnya individu menyimpan informasi yang ia terima sepanjang waktu. Kadang-kadang informasi hanya disimpan beberapa detik, dan pada kesempatan lain informasì disimpan seumur hidup. Memori digunakan ketika kita mencari dan mengingat. Baru-baru ini para peneliti perkembangan anak telah memperlihatkan bayi usia 3 bulan telah memiliki kemampuan menyimpan memori (Grunwald, dkk, 1993). Menurut Rovve-Collier, bahkan memori bayi yang berusia 2,5 bulan telah terinci secara luar biasa
6.      perkembangan bahasa
Semua manusia yang normal dapat menguasai bahasa, sebab sejak lahir manusia telah memiliki kemampuan dan kesiapan untuk mempelajari bahasa dengan sendirinya.hal ini terlihat bahwa manusia tidak memerlukan banyak usaha untuk mampu berbicara.
kemampuan dan kesiapan belajar bahasa manusia ini segera mengalami perkembangan setelah kelahirannya. bahkan menurut Havighurst (1984), kemampuan menguasai bahasa dalam arti belajar membuat suara-suara yang berarti berhubungan dengan orang lain melalui penggunaan suara-suara itu.[7]

C.    PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL
perkembangan psikososial berhubungan dengan perubahan-perubahan perasaan atau emosi serta perubahan bagaimana individu berhubungan dengan orang lain. sebagimana telah dijelaskan diatas, masa bayi adalah masa dimana anak-anak mulai berjalan, berpikir, berbicara dan merasakan sesuatu.
1.      Perkembangan Emosi
Emosi yaitu respon yang timbul dari stimulus yang menyebabkan perubahan-perubahan fisiologis disertai dengan perasaan kuat. Bayi mengekspresikan sebagian emosi jauh lebih awal dibandingkan dengan beberapa emosi lain, lalu mengekspresikan dengan rinci dua perilaku ekspresif emosional yang penting. Yaitu menangis dan tersenyum.
Untuk menentukan apakah bayi benar-benar mengekspresikan suatu emosi tertentu, kita memerlukan beberapa system untuk mengukur emosi. Menurut Carroll Izard (1982) mengembangkan suatu sistem semacam itu, Maximally Discriminative Facial Movement Coding Symtem ( Sistem Koding Gerakan Wajah Diskriminatif Maksimum) disingkat “MAX” ialah system pengkodean ekspresi wajah bayi yang berkaitan dengan emosi yang dikembangkan oleh Izard. Dengan menggunakan MAX, pengkode memperhatikan rekaman gerakan lambat reaksi wajah bayi terhadap rangsangan.
2.      perkembangan temperamen
Temperamen merupakan salah suatu dimensi psikologis yang berhubungan dengan aktivitas fisik dan emosional serta merespons. Secara sederhana,Goleman merumuskan temperamen sebagai “The moods that typify our emotional life”. Jelasnya temperamen adalah perbedaan kualitas dan intensitas respons emosional serta pengaturan diri yang memunculkan perilaku individual yang terlihat sejak lahir, yang relative stabil dan menetap dari waktu ke waktu dan pada semua situasi, yang dipengaruhi oleh interaksi antara pembawaan, kematangan, dan pengalaman.
Sejak lahir, bayi memperlihatkan berbagai aktivitas individual yang berbeda-beda. Beberapa bayi sangat aktif menggerakkan tangan, kaki, dan mulutnya tanpa henti-hentinya, tetapi bayi yang lain terlihat lebih tenang. Sebagian bayi merespons dengan hangat kepada orang lain, sementara yang lain cerewet, rewel dan susah diatur. Semua gaya perilaku ini merupakan temperamen seorang bayi.
Kebanyakan peneliti mengakui adanya perbedaan dalam kecenderungan reaksi utama, seperti kepekaan terhadap rangsangan visual atau verbal, respons emosional, dan keramahan dari bayi yang baru lahir. Peneliti Alexander Tomas dan Stella Chess misalnya, memperlihatkan adanya perbedaan dalam tingkatan aktivitas bayi, keteraturan dari fungsi jasmani (makan, tidur, dan buang air), pendekatan terhadap stimuli dan situasi baru. Kemampuan beradaptasi dengan situasi dan orang-orang baru, reaksi emosional, kepekaan terhadap rangsangan, kualitas suasana hati, dan jangkauan perhatian.[8]
3.      perkembangan rasa percaya diri
  Menurut Erik Erikson (1968), pada tahun pertama (bayi usia 1-2 bulan) kehidupan ditandai dengan adanya tahap perkembangan rasa percaya dan rasa tidak percaya. Erikson meyakini bayi dapat mempelajari rasa percaya apabila mereka diasuh dengan cara yang konsisten. Rasa tidak percaya dapat muncul apabila bayi tidak mendapatkan perlakuan yang baik. Gagasannya tersebut banyak persamaanya dengan konsep Ainsworth tentang keterikatan yang aman ( secure attachment).
Rasa percaya dan tidak percaya tidak muncul hanya pada tahun pertama kehidupan saja.Tetapi rasa tersebut muncul lagi pada tahap perkembangan selanjutnya. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat anak-anak memasuki sekolah dengan rasa percaya dan tidak percaya dapat mempercayai guru tertentu yang banyak memberikan waktu baginya sehingga membuatnya sebagai orang yang dapat dipercayai. Pada kesempatan kedua ini , anak mengatasi rasa tidak percaya sebalumnya. Sebaliknya, anak-anak yang meninggalkan masa bayi dengan rasa percaya pasti pada tahap selanjutnya masih dapat memiliki rasa tidak percaya, yang mungkin terjadi karena adanya konflik atau perceraian kedua orang tuanya. Erikson menekankan bahwa tahun kedua kehidupan ditandai oleh tahap otonomi versus rasa malu dan ragu-ragu
4.      perkembangan otonomi
 Menurut Chaplin (2002), otonomi adalah kebebasan individu manusia untuk memilih, untuk menjadi kesatuan yang bisa memerintah, menguasai dan menentukan dirinya sendiri.  Menurut Erikson,. Pada tahap ini, bayi tidak hanya dapat berjalan, tetapi mereka juga dapat memanjat, membuka dan menutup , menjatukan, menolak dan menarik, memegang otonomi atau kemandirian merupakan tahap ke dua perkembangan psikososial yang berlangsung pada akhir masa bayi dan masa baru pandai berjalan. Otonomi dibangun di atas perkembangan kemampuan mental dan kemampuan motorikdan melepaskan. Bayi merasa bangga dengan prestasi ini dan ingin melakukan segala sesuatu sendiri. Selanjtnya mereka juga dapat belajar mengendalikan otot mereka dan dorongan keinginan diri mereka sendiri.[9]
Dengan demikian, setelah memperoleh  kepercayaan dari pengasuh mereka, bayi mulai menemukan bahwa perilaku mereka adalah milik mereka sendiri. Mereka mulai menyatakan rasa mandiri atau otonomi mereka. Mereka menyadari kemauan mereka.  Pada tahap ini bila orang tua selalu memberikan dorongan kepada anak agar dapat berdiri di atas dua kaki mereka sendiri, sambil melatih kemampuan-kemampuan mereka, maka anak akan mampu mengembangkan pengendalian atas otot, dorongan,  lingkungan dan diri sendiri (otonom). Sebaliknya, jika orang tua cenderung menuntut terlalu banyak atau terlalu membatasi hak untuk menyelidiki lingkungannya, maka anak akan mengembangkan suatu rasa malu dan ragu-ragu yang berlebihan tentang kemampuan mereka untuk mengendalikan diri mereka sendiri dan dunia mereka.
Erikson yakin tahap otonomi versus rasa malu dan ragu-ragu memiliki implikasi yang penting bagi perkembangan kemandirian dan identitas selama remaja. Perkembangan otonomi selama tahun-tahun balita memberi  remaja dorongan untuk menjadi individu yang mandiri , yang dapat memiliki dan menentukan  masa depa mereka sendiri. Meskipun demikian menurut Santrock (1995), terlalu banyak otonomi sama bahayanya dengan terlalu sedikit otonomi. Pada tahap ini jika bayi mempercayai pengasuhnya, mereka akan menegaskan independensi dan menyadari kehendaknya sendiri. Jika bayi terlalu banyak dibatasi, mereka akan mengembangkan sikap malu dan ragu. Tahap ini berlangsung ketika bayi berusia sekitar 1-2 tahun.[10]
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Bahwa sesungguhnya bayi telah mengembangkan sistem motorik perseptual yang tinggi.Banyak orang berpendapat bahwa bayi itu idak dapat mengecap, mencim atau merasakan sakit padahal semua itu tidaklah benar.Para peneliti telah membuktikan bahwa bayi yang baru lahir mampu atau memiliki kenmampuan itu semua.
Bayi sebenarya membutuhkan beberapa rangsangan tertentu utuk mengmbangkan ketrampilan persepsi mereka, tapi ransangan yang diberikan sebaiknya jangan berlebihan karena dapat mengakibatkan kebingugan pada anak, ragsagan tersebut dapat berupa rangsagan visual, pedengaran, maupun sentuhan.
Masukan gizi, faktor-faktor prakelahiran dan pascakelahiran, infeksi, kecelakaan dan bermacam-macam trauma dapat mempengaruhi intelegensi bayi dan anak. Para orang ua biasanya  mulai mengajarkan bayinya berbicara atau komunikasi ketika sang bayi mulai mengucapka kata pertamaya padahal sesugguhya aka lebih baik jika ibu berbicara dengan bayi sejak bulan pertama kelahiranya karena pengajaran bahasa terbaik terjadi ketika percakapan dimulai sebelum bayi memiliki kemampuan atas pembicaraan pertama yang dapat dipahaminya.
B.     Saran
Dalam penulisan makalah ini, masih banyak kekurangan kekurangan maka dari itu, penulis mengharapkan semoga para pembaca bisa memberikan masukan kepada penulis. Semoga makalah ini dipergunakan sebaik-baiknya.








DAFTAR PUSTAKA

John, W. Santrock. 2002. LIFE-SPAN DEVELOPMENT (Perkembangan Masa Hidup). Jakarta: Erlangga.
Samsunuwiyati Mar’at. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT.Remaja Rosdakarya.
Yuliani Rohmah, Elfi. Psikologi Perkembangan. 2005. Yogyakarta : Teras.












[1] Samsunuwiyati Mar’at. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT.Remaja Rosdakarya. hal. 92

[2] Samsunuwiyati Mar’at. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT.Remaja Rosdakarya. hal.95
[3] John, W. Santrock. 2002. LIFE-SPAN DEVELOPMENT (Perkembangan Masa Hidup). Jakarta: Erlangga.

[4] Samsunuwiyati Mar’at. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT.Remaja Rosdakarya. hal100
[5] Ibid. hal. 102
[6] Samsunuwiyati Mar’at. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT.Remaja Rosdakarya. hal. 107
[7] Samsunuwiyati Mar’at. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT.Remaja Rosdakarya. hal.112
[8] Yuliani Rohmah, Elfi. Psikologi Perkembangan. 2005. Yogyakarta : Teras.

[9] Yuliani Rohmah, Elfi. Psikologi Perkembangan. 2005. Yogyakarta : Teras.

[10] Yuliani Rohmah, Elfi. Psikologi Perkembangan. 2005. Yogyakarta : Teras.